Rabu, 19 Juni 2013

DI DALAM MEMORI



Penulisan Feature
DI DALAM MEMORI
Oleh : Feliana Lamjaya / 11140110099


Beroda tiga. Bersuara bising. Berwarna oranye. Berada di Jakarta. Siapa yang tak mengenal? Ya, tentu saja kita mengenalnya, itu adalah sebuah bajaj.
Pada bulan Mei 2013, terdapat berita yang menyiarkan peremajaan bajaj oranye ini akan diganti oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta dengan bajaj biru berbahan bakar gas.
Suaranya yang sudah terdengar puluhan tahun, akankah masih terdengar hingga akhir tahun ini, 5 tahun yang akan datang, dan 10 tahun yang akan datang?

***

Angkutan transportasi umum beroda tiga ini memang sudah lama beroperasi di Jakarta. Umurnya yang sudah puluhan tahun membuat semua masyarakat Indonesia mengenal kendaraan bajaj ini, baik masyarakat ibukota Jakarta maupun masyarakat yang bertempat tinggal di daerah lain, karena ciri khasnya adalah kendaraan mungil beroda tiga yang menyerupai perpaduan antara mobil dan motor.


Dalam website www.jakarta.go.id menjelaskan secara teknis struktur transportasi berpenumpang dua orang ini. Struktur bajaj berasal dari motor roda dua vespa, namun dimodifikasi menjadi tiga roda, dan memiliki ruang penumpang tertutup. Bajaj diimpor dari India, memiliki mesin 160 cc, namun belakangan onderdilnya disamping masih diimpor dari negara tersebut juga sudah diproduksi di Tegal, Jawa Tengah. Bahan bodinya, 60% terbuat dari metal-drum dan 40% terpal yang memayungi ruang sopir dan penumpang. Berbahan bakar premium, bajaj memiliki kecepatan normal 40 km/jam dan maksimum dapat mencapai 70 km/jam. Bentuknya cukup unik, karena memenuhi seluruh ketentuan untuk bentuk sebuah kendaraan beroda empat, dengan empat lampu di depan dan di belakang, bagian depan sopir terdapat kaca yang bisa dilengkapi dengan wiper bila hari hujan.



Sopir yang mengendarai bajaj ini pun terkenal khas. Awalnya, dia menarik pedal gas untuk menyalakan bajaj ini, lalu mengendarainya seperti sebuah motor dengan stang yang mirip seperti motor, namun beroda tiga. Karena ciri khasnya yang unik yaitu mungil dan cepat seperti motor alias bisa nyelip, maka tak jarang kita melihat sopir bajaj mengendarai bajajnya dengan menyelap-nyelip. Saat ada ruang jalan yang sedikit kosong, maka bajaj ini pun terus melaju dan sering menduduki barisan terdepan saat lampu merah di ibukota menyala.
Usai lampu merah berhenti menyala dan disusul dengan lampu kuning lalu lampu hijau, asap mengepul darinya pun mulai terlihat, karena sang sopir dengan sigapnya mengencangkan stang bajaj tersebut dan melaju tempat tujuan penumpangnya. Hal yang lucunya adalah penumpang akan menutup hidung karena asapnya dan terdengar juga suara bisingnya yang khas sambil berpegangan pada belakang bangku sopir bajaj tersebut. Begitupun juga dengan pengendara lainnya, mereka akan melambatkan laju mereka dan menutup hidung atau menghindarai kumpulan asapnya dan terdengarlah suara bisingnya yang khas.
Jika dikatakan bajaj berpenumpang dua orang, tapi tak jarang juga kita melihat bajaj tersebut berpenumpang 3-4 orang di dalamnya, atau berisi dengan barang hingga penuh bahkan sampai diikat di atasnya. Namun uniknya, bajaj tersebut tetap kokoh berjalan di jalan yang besar dan padat dengan kendaraan bermotor lainnya.
Saat bajaj itu keberatan penumpang ataupun barang yang dibawanya, dan rodanya kempes atau bajajnya terbalik ke kanan atau ke kiri seperti motor atau sepeda, mungkin lain lagi ceritanya. Bukanlah menjadi seperti bajaj. Tanpa diduga, inilah fungsi tiga roda pada bajaj ini, ia memiliki keseimbangan di belakang, untuk menyeimbangi penumpang ataupun barang yang dibawa olehnya.
Jika kendaraan ini tak berjalan alias berada di pool atau tempat mangkalnya para bajaj, maka akan terlihat barisan bajaj yang rapi di pinggir jalan. Jika berada dalam kondisi yang macet, maka sang bajaj akan dengan sengaja membiarkan bajajnya mati sendiri, dan saat sudah lancar atau sudah melewati lampu merah yang menyala cukup lama, maka sang sopir akan menarik kembali pedalnya dan terbunyilah suara khas yang nyaring dan bising dari bajaj ini.
Dalam sumber website yang sama yaitu www.jakarta.go.id, terdapat sejarah lahirnya bajaj di Indonesia. Kendaraan ini mulai diimpor dan masuk di Jakarta pada tahun 1975, pada tahun 2004 harganya mencapai Rp 15-22 juta dalam kondisi bekas. Sistem transaksi antara sopir dan penumpang adalah dengan tawar-menawar ongkos, sesuai dengan jarak tempuh, berat beban bawaan dan tingkat kepadatan lalu lintas yang terjadi pada saat itu. Sekalipun masih cukup banyak beredar di jalanan Jakarta, mengingat usia kerjanya cukup tua, sejak tahun 2000-an, pemerintah DKl Jakarta berencana menggantinya dengan kendaraan sejenis bernama Kancil, produksi PT Dirgantara Indonesia Bandung.
Namun kendaraan kancil yang dahulu pernah menempati jalan ibukota tidak marak hingga saat ini seperti bajaj yang masih terkenal sekarang. Kendaraan beroda tiga lainnya seperti bemo pun yang sudah tua dan sudah lama beroperasi sejak 1962 di Jakarta, masih ada di daerah-daerah tertentu. Tetapi, tidak semudah kita menemukan bajaj yang lebih luas jangkauannya dan lebih sering ditemui. Sehingga, tidak salah jika bajaj yang kita kenal mendapat peringkat pertama kendaraan angkutan transportasi umum yang paling terkenal.
Karena kurangnya respon postif dari berbagai kalangan untuk pengoperasian kancil di ibukota, maka Pemerintah pun mengoperasikan bajaj berbahan bakar gas yang berwarna biru. Sehingga, bajaj saat ini dikenal dalam dua golongan. Bajaj oranye berbahan bakar bensin dan bajaj biru berbahan bakar gas. Jika diperhatikan, bajaj oranye masih mendominasi di Jakarta dibandingkan bajaj berwarna biru berbahan bakar gas tersebut yang suaranya lebih halus dibandingkan bajaj oranye yang bising.
Untuk daerah-daerah tertentu,  ada sebagian yang lebih banyak bajaj berwarna biru dibandingkan dengan bajaj berwarna oranye, dan sebaliknya. Ada yang mayoritas dalam daerah tersebut bajaj oranye lebih mendominasi, bahkan untuk menemukan bajaj biru cenderung sulit dan jarang ada yang beroperasi di daerah tersebut, paling hanya karena mengantar penumpang dari tempat pengoperasiannya saat itu.
Dari sumber yang didapat yaitu koran Kompas, Kamis, 23 Mei 2013 dan Jumat, 24 Mei 2013, ternyata terdapat 14.424 unit bajaj oranye di Jakarta. Namun sayangnya, bajaj oranye tersebut akan diremajakan menjadi bajaj biru berbahan bakar gas pada tahun ini. Meskipun terbilang baik bagi lingkungan karena ramah lingkungan, namun untuk melihat bajaj oranye dengan keunikannya yang khas pasti akan menjadi memori yang tak terlupakan bagi penumpangnya.


Bagi para pengendara bajaj, mereka menerima program pemerintah untuk meremajakan bajaj tersebut. Namun, kondisi terberatnya adalah saat bajaj yang akan diremajakan akankah mendapat penggantinya. Hal lain juga adalah saat biaya setoran bajaj biru cenderung lebih mahal, yaitu 125.000 sampai 130.000 rupiah, bila dibandingkan dengan setoran bajaj oranye yang memiliki biaya setoran 50.000 rupiah per harinya.
Hal ini yang dirasakan oleh Cikin, pria sedikit gemuk dengan kulit berwarna coklat gelap. “Ya..kalo misalnya ganti semua setuju aja, asalkan ada gantinya. Jadi kan ada lanjutannya,” ujar pria berusia 31 tahun ini dengan logatnya yang khas. Cikin sudah menjadi sopir bajaj selama 12 tahun, handuk berwarna putih dan oranye yang melingkari lehernya, sesekali ia mengambil handuknya dan memukul-mukulkannya ke bajaj yang dikendarainya, karena sedikit grogi.
Profesi lain memang masih menjadi pertimbangkan baginya, namun menjadi sopir bajaj sudah membuatnya nyaman karena lebih bebas. Meskipun, penghasilannya tidak menentu bisa banyak dan bisa sedikit setiap harinya, bapak dua anak ini tetap berharap bisa mendapatkan yang lebih baik, karena anak sulungnya akan duduk di bangku SMP pada tahun ini. Sekitar lima puluh ribu rupiah atau lebih dapat ia dapatkan setiap harinya.
Jika bajaj oranye tetap diremajakan, dia berharap bisa mengendarai bajaj biru atau mendapatkan pekerjaan yang lainnya. Meskipun uang setoran bagi bajaj biru cenderung lebih mahal yaitu seratus dua puluh lima ribu rupiah dan harus dikembalikan sampai jam delapan malam, namun Cikin tetap optimis untuk mengerjakannya demi kehidupan keluarga dan pendidikan anaknya, terlebih anak keduanya yang baru duduk di kelas dua sekolah dasar.
Hal senada juga dikatakan oleh Idris, sopir bajaj di sekitar daerah Tambora yang baru saja mengantar penumpang dan mengentikan bajajnya di deretan bajaj yang mengantri di pangkalan bajaj untuk mendapatkan penumpang. Idris yang sudah bekerja selama enam tahun menjadi sopir bajaj juga menyetujui program Pemerintah untuk meremajakan bajajnya. Namun hal yang menjadi bahan pertimbangannya adalah tarif untuk bajaj biru.
Menurut pria yang pernah bekerja menjadi kuli bangunan ini, pada daerah ini, kalau bajaj biru kurang laku karena tarifnya yang lebih mahal, sehingga lebih lakuya di mall. Sopir taksi menjadi harapan selanjutnya, namun baginya saat ini adalah mengumpulkan modal terlebih dahulu, agar impian pria berusia 30 tahun ini dapat tercapai.
Sarno, sopir bajaj yang memberhentikan bajajnya di pangkalan bajaj daerah Tambora juga mengikuti perintah Pemerintah saja. Jika harus diremajakan, dia akan mengikutinya. Pria berambut putih dengan postur tubuh yang cukup tinggi dan agak kurus berusia 50 tahunan lebih ini, telah menjadi sopir bajaj selama tiga puluh tahun.
Meskipun di rumahnya ia berjualan jamu bersama istrinya, namun profesi bajaj tetap digelutinya sekarang ini. Bapak empat anak ini mengatakan, saat usaha jamunya lagi sepi, barulah ia akan melangkahkan kakinya untuk mengendarai bajajnya dan mencari penumpang. Sehingga dari penghasilan profesinya sebagai sopir bajaj, selain bisa menghabiskan waktu setiap harinya, juga dapat menambah perekonomian bagi keluarganya. Sarno menambahkan keempat anaknya sudah bekerja semua, sehingga sudah tak terlalu pusing dengan perekonomian keluarganya.
Meskipun setoran bajaj biru lebih mahal, tetapi dia mengakui bahwa mengendarai bajaj biru lebih enak dibandingkan dengan bajaj oranye. Dengan bajaj oranyenya, sekitar tujuh puluh sampai delapan puluh ribu rupiah dapat dikantonginya setiap harinya. Yang menjadi kendala baginya untuk mengendarai bajaj biru adalah setorannya yang mahal yaitu seratus tiga puluh ribu rupiah. Sehingga, Sarno harus lebih sering berkeliling agar bisa mendapatkan penumpang. Kalau tidak berkeliling, maka penghasilan yang didapat pun menjadi tidak maksimal. Bahkan, bisa kurang dari setorannya.


Tarif bajaj memanglah ditentukan oleh jarak yang akan ditempuhnya dan negosiasi atau kesepakatan bersama antara penumpang dan sopir bajaj tersebut. Sehingga, tak jarang penghasilan sopir bajaj pun tak menentu setiap harinya. Hal yang unik dari sopir bajaj ialah sama seperti pengendara kendaraan bermotor lainnya, sopir bajaj juga seharusnya memiliki SIM atau Surat Ijin Mengemudi. Namun, SIM yang dimiliki oleh sopir bajaj adalah SIM A khusus.
Berdasarkan  data Organda yang tercetak dalam koran Kompas, Kamis, 30 Mei 2013, menunjukkan, 95 persen sopir bajaj di Jakarta tidak memiliki SIM. Hanya sebagian kecil yang memiliki SIM A dan C. Sopir bajaj bingung karena tak ada kategori SIM khusus angkutan lingkungan. Karena itu, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono meminta kepolisian membuka kembali layanan SIM A khusus. Tidak perlu ada payung hukum secara khusus yang dibuat Pemprov DKI Jakarta. Tinggal pihak kepolisian yang berinisiatif menghidupkan kembali jenis SIM A khusus itu ... Pemprov DKI Jakarta akan menjadikan bajaj sebagai angkutan pengumpan bus transjakarta. Bajaj beroperasi menjangkau permukiman menuju jalur bus transjakarta. Karena itu, Pemprov DKI meremajakan bajaj sejak tahun 2006.
Berdasarkan koran Kompas, Jumat, 24 Mei 2013, bajaj yang sudah diremajakan baru 2.755 unit. Jika melihat peristiwa peremajaan bajaj tersebut, terkadang muncullah sedikit perasaan sedih atau tak rela melepas bajaj oranye yang biasa terlihat di jalan ibukota Jakarta dengan suaranya yang khas. Namun kini, mereka hanyalah menjadi besi tua yang sudah tak dipandang lagi. Jika dari besi-besi mereka dapat dimanfaatkan kembali menjadi sesuatu, tentulah akan sangat baik bagi lingkungan negara kita, dibandingkan mereka hanya terdiam disana saja dan menjadi tumpukan besi-besi tua yang tak terpakai.
Benarkah semua bajaj oranye akan diremajakan hingga akhirnya warna cerahnya tak terlihat lagi? Mungkin di tahun-tahun mendatang bajaj tetaplah ada dengan warna birunya atau jenis angkutan transportasi lingkungannya. Tak ada yang tau hari esok, lima tahun lagi, atau bahkan sepuluh tahun lagi. Bagi bajaj oranye, hanya ada hari ini dan masa lalu bagi kejayaannya.
Hidup kita sama seperti perjalanan sebuah bajaj, ada lahir, melewati hari-hari dengan kejayaan sampai kesedihan, banyak yang memberi penilaian yang positif dan kurang baik bagi kita, menjalani sebuah proses kehidupan, hingga akhirnya bisa tua dan tak berdaya lagi. Menjalani hari ini dengan sebaik-baiknya, mengangkut penumpang hari ini untuk membiarkan dapur keluarga sang sopirnya tetap mengepul,  dan menjalani hingga akhirnya ia harus berhenti beroperasi di Jakarta dan digantikan dengan yang lainnya.
Kenanglah masa lalu untuk membuat wajah kita tetap tersenyum dan bersyukur, ingatlah masa lalu saat kita pernah merasakan hal yang kurang menyenangkan sebagai proses pembelajaran untuk mendewasakan kita dan bangunlah masa depan yang lebih baik dengan mewujudkan mulai dari sekarang. Melakukan apapun dengan sebaik-baiknya pada hari ini, dengan pantang menyerah, dan berusaha semaksimal mungkin.
Tak perlu pedulikan penilaian orang lain, hal positif membuat kita bersyukur, hal kurang baik di dengar membuat kita belajar untuk memperbaiki dan bukan untuk disesali hingga akhirnya putus asa. Menjalani hari-hari dengan semangat dan terus belajar membuat sepanjang hari kita menjadi lebih indah dan masa depan yang baik. Meskipun pada akhirnya nanti kita akan pensiun, tetapi kita bisa meninggalkan kenangan yang baik bagi orang-orang di sekitar kita.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar