Penulisan
Feature
DI
DALAM MEMORI
Oleh
: Feliana Lamjaya / 11140110099
Beroda
tiga. Bersuara bising. Berwarna oranye. Berada di Jakarta. Siapa yang tak
mengenal? Ya, tentu saja kita mengenalnya, itu adalah sebuah bajaj.
Pada
bulan Mei 2013, terdapat berita yang menyiarkan peremajaan bajaj oranye ini
akan diganti oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta dengan bajaj biru berbahan
bakar gas.
Suaranya
yang sudah terdengar puluhan tahun, akankah masih terdengar hingga akhir tahun
ini, 5 tahun yang akan datang, dan 10 tahun yang akan datang?
***
Angkutan
transportasi umum beroda tiga ini memang sudah lama beroperasi di Jakarta.
Umurnya yang sudah puluhan tahun membuat semua masyarakat Indonesia mengenal
kendaraan bajaj ini, baik masyarakat ibukota Jakarta maupun masyarakat yang
bertempat tinggal di daerah lain, karena ciri khasnya adalah kendaraan mungil beroda
tiga yang menyerupai perpaduan antara mobil dan motor.
Dalam
website www.jakarta.go.id
menjelaskan secara teknis struktur transportasi berpenumpang dua orang ini. Struktur
bajaj berasal dari motor roda dua vespa, namun dimodifikasi menjadi tiga roda,
dan memiliki ruang penumpang tertutup. Bajaj diimpor dari India, memiliki mesin
160 cc, namun belakangan onderdilnya
disamping masih diimpor dari negara tersebut juga sudah diproduksi di Tegal,
Jawa Tengah. Bahan bodinya, 60% terbuat dari metal-drum dan 40% terpal yang
memayungi ruang sopir dan penumpang. Berbahan bakar premium, bajaj memiliki
kecepatan normal 40 km/jam dan maksimum dapat mencapai 70 km/jam.
Bentuknya
cukup unik, karena memenuhi seluruh ketentuan untuk bentuk sebuah kendaraan
beroda empat, dengan empat lampu di depan dan di belakang, bagian depan sopir
terdapat kaca yang bisa dilengkapi dengan wiper bila hari hujan.
Sopir yang mengendarai bajaj ini pun terkenal khas. Awalnya, dia menarik pedal gas untuk menyalakan bajaj ini, lalu mengendarainya seperti sebuah motor dengan stang yang mirip seperti motor, namun beroda tiga. Karena ciri khasnya yang unik yaitu mungil dan cepat seperti motor alias bisa nyelip, maka tak jarang kita melihat sopir bajaj mengendarai bajajnya dengan menyelap-nyelip. Saat ada ruang jalan yang sedikit kosong, maka bajaj ini pun terus melaju dan sering menduduki barisan terdepan saat lampu merah di ibukota menyala.
Usai
lampu merah berhenti menyala dan disusul dengan lampu kuning lalu lampu hijau,
asap mengepul darinya pun mulai terlihat, karena sang sopir dengan sigapnya
mengencangkan stang bajaj tersebut dan melaju tempat tujuan penumpangnya. Hal
yang lucunya adalah penumpang akan menutup hidung karena asapnya dan terdengar
juga suara bisingnya yang khas sambil berpegangan pada belakang bangku sopir bajaj
tersebut. Begitupun juga dengan pengendara lainnya, mereka akan melambatkan
laju mereka dan menutup hidung atau menghindarai kumpulan asapnya dan
terdengarlah suara bisingnya yang khas.
Jika
dikatakan bajaj berpenumpang dua orang, tapi tak jarang juga kita melihat bajaj
tersebut berpenumpang 3-4 orang di dalamnya, atau berisi dengan barang hingga
penuh bahkan sampai diikat di atasnya. Namun uniknya, bajaj tersebut tetap
kokoh berjalan di jalan yang besar dan padat dengan kendaraan bermotor lainnya.
Saat
bajaj itu keberatan penumpang ataupun barang yang dibawanya, dan rodanya kempes
atau bajajnya terbalik ke kanan atau ke kiri seperti motor atau sepeda, mungkin
lain lagi ceritanya. Bukanlah menjadi seperti bajaj. Tanpa diduga, inilah
fungsi tiga roda pada bajaj ini, ia memiliki keseimbangan di belakang, untuk
menyeimbangi penumpang ataupun barang yang dibawa olehnya.
Jika
kendaraan ini tak berjalan alias
berada di pool atau tempat mangkalnya
para bajaj, maka akan terlihat barisan bajaj yang rapi di pinggir jalan. Jika
berada dalam kondisi yang macet, maka sang bajaj akan dengan sengaja membiarkan
bajajnya mati sendiri, dan saat sudah lancar atau sudah melewati lampu merah
yang menyala cukup lama, maka sang sopir akan menarik kembali pedalnya dan
terbunyilah suara khas yang nyaring dan bising dari bajaj ini.
Dalam sumber
website yang sama yaitu www.jakarta.go.id, terdapat sejarah lahirnya bajaj di
Indonesia. Kendaraan ini mulai diimpor dan masuk di Jakarta pada tahun 1975,
pada tahun 2004 harganya mencapai Rp 15-22 juta dalam kondisi bekas. Sistem
transaksi antara sopir dan penumpang adalah dengan tawar-menawar ongkos, sesuai
dengan jarak tempuh, berat beban bawaan dan tingkat kepadatan lalu lintas yang
terjadi pada saat itu. Sekalipun masih cukup banyak beredar di jalanan Jakarta,
mengingat usia kerjanya cukup tua, sejak tahun 2000-an, pemerintah DKl Jakarta
berencana menggantinya dengan kendaraan sejenis bernama Kancil, produksi PT
Dirgantara Indonesia Bandung.
Namun
kendaraan kancil yang dahulu pernah menempati jalan ibukota tidak marak hingga
saat ini seperti bajaj yang masih terkenal sekarang. Kendaraan beroda tiga
lainnya seperti bemo pun yang sudah tua dan sudah lama beroperasi sejak 1962 di
Jakarta, masih ada di daerah-daerah tertentu. Tetapi, tidak semudah kita menemukan
bajaj yang lebih luas jangkauannya dan lebih sering ditemui. Sehingga, tidak
salah jika bajaj yang kita kenal mendapat peringkat pertama kendaraan angkutan
transportasi umum yang paling terkenal.
Karena
kurangnya respon postif dari berbagai kalangan untuk pengoperasian kancil di
ibukota, maka Pemerintah pun mengoperasikan bajaj berbahan bakar gas yang
berwarna biru. Sehingga, bajaj saat ini dikenal dalam dua golongan. Bajaj oranye
berbahan bakar bensin dan bajaj biru berbahan bakar gas. Jika diperhatikan,
bajaj oranye masih mendominasi di Jakarta dibandingkan bajaj berwarna biru
berbahan bakar gas tersebut yang suaranya lebih halus dibandingkan bajaj oranye
yang bising.
Untuk
daerah-daerah tertentu, ada sebagian
yang lebih banyak bajaj berwarna biru dibandingkan dengan bajaj berwarna
oranye, dan sebaliknya. Ada yang mayoritas dalam daerah tersebut bajaj oranye
lebih mendominasi, bahkan untuk menemukan bajaj biru cenderung sulit dan jarang
ada yang beroperasi di daerah tersebut, paling hanya karena mengantar penumpang
dari tempat pengoperasiannya saat itu.
Dari
sumber yang didapat yaitu koran Kompas, Kamis, 23 Mei 2013 dan Jumat, 24 Mei
2013, ternyata terdapat 14.424 unit bajaj oranye di Jakarta. Namun sayangnya, bajaj
oranye tersebut akan diremajakan menjadi bajaj biru berbahan bakar gas pada
tahun ini. Meskipun terbilang baik bagi lingkungan karena ramah lingkungan,
namun untuk melihat bajaj oranye dengan keunikannya yang khas pasti akan
menjadi memori yang tak terlupakan bagi penumpangnya.
Bagi
para pengendara bajaj, mereka menerima program pemerintah untuk meremajakan
bajaj tersebut. Namun, kondisi terberatnya adalah saat bajaj yang akan
diremajakan akankah mendapat penggantinya. Hal lain juga adalah saat biaya
setoran bajaj biru cenderung lebih mahal, yaitu 125.000 sampai 130.000 rupiah,
bila dibandingkan dengan setoran bajaj oranye yang memiliki biaya setoran 50.000
rupiah per harinya.
Hal
ini yang dirasakan oleh Cikin, pria sedikit gemuk dengan kulit berwarna coklat
gelap. “Ya..kalo misalnya ganti semua setuju aja, asalkan ada gantinya. Jadi
kan ada lanjutannya,” ujar pria berusia 31 tahun ini dengan logatnya yang khas.
Cikin sudah menjadi sopir bajaj selama 12 tahun, handuk berwarna putih dan
oranye yang melingkari lehernya, sesekali ia mengambil handuknya dan
memukul-mukulkannya ke bajaj yang dikendarainya, karena sedikit grogi.
Profesi
lain memang masih menjadi pertimbangkan baginya, namun menjadi sopir bajaj
sudah membuatnya nyaman karena lebih bebas. Meskipun, penghasilannya tidak
menentu bisa banyak dan bisa sedikit setiap harinya, bapak dua anak ini tetap berharap
bisa mendapatkan yang lebih baik, karena anak sulungnya akan duduk di bangku
SMP pada tahun ini. Sekitar lima puluh ribu rupiah atau lebih dapat ia dapatkan
setiap harinya.
Jika
bajaj oranye tetap diremajakan, dia berharap bisa mengendarai bajaj biru atau
mendapatkan pekerjaan yang lainnya. Meskipun uang setoran bagi bajaj biru
cenderung lebih mahal yaitu seratus dua puluh lima ribu rupiah dan harus
dikembalikan sampai jam delapan malam, namun Cikin tetap optimis untuk
mengerjakannya demi kehidupan keluarga dan pendidikan anaknya, terlebih anak
keduanya yang baru duduk di kelas dua sekolah dasar.
Hal
senada juga dikatakan oleh Idris, sopir bajaj di sekitar daerah Tambora yang
baru saja mengantar penumpang dan mengentikan bajajnya di deretan bajaj yang
mengantri di pangkalan bajaj untuk mendapatkan penumpang. Idris yang sudah
bekerja selama enam tahun menjadi sopir bajaj juga menyetujui program Pemerintah
untuk meremajakan bajajnya. Namun hal yang menjadi bahan pertimbangannya adalah
tarif untuk bajaj biru.
Menurut
pria yang pernah bekerja menjadi kuli bangunan ini, pada daerah ini, kalau
bajaj biru kurang laku karena tarifnya yang lebih mahal, sehingga lebih lakuya
di mall. Sopir taksi menjadi harapan selanjutnya, namun baginya saat ini adalah
mengumpulkan modal terlebih dahulu, agar impian pria berusia 30 tahun ini dapat
tercapai.
Sarno,
sopir bajaj yang memberhentikan bajajnya di pangkalan bajaj daerah Tambora juga
mengikuti perintah Pemerintah saja. Jika harus diremajakan, dia akan
mengikutinya. Pria berambut putih dengan postur tubuh yang cukup tinggi dan
agak kurus berusia 50 tahunan lebih ini, telah menjadi sopir bajaj selama tiga
puluh tahun.
Meskipun
di rumahnya ia berjualan jamu bersama istrinya, namun profesi bajaj tetap digelutinya
sekarang ini. Bapak empat anak ini mengatakan, saat usaha jamunya lagi sepi,
barulah ia akan melangkahkan kakinya untuk mengendarai bajajnya dan mencari
penumpang. Sehingga dari penghasilan profesinya sebagai sopir bajaj, selain
bisa menghabiskan waktu setiap harinya, juga dapat menambah perekonomian bagi keluarganya.
Sarno menambahkan keempat anaknya sudah bekerja semua, sehingga sudah tak
terlalu pusing dengan perekonomian keluarganya.
Meskipun
setoran bajaj biru lebih mahal, tetapi dia mengakui bahwa mengendarai bajaj
biru lebih enak dibandingkan dengan bajaj oranye. Dengan bajaj oranyenya,
sekitar tujuh puluh sampai delapan puluh ribu rupiah dapat dikantonginya setiap
harinya. Yang menjadi kendala baginya untuk mengendarai bajaj biru adalah setorannya
yang mahal yaitu seratus tiga puluh ribu rupiah. Sehingga, Sarno harus lebih
sering berkeliling agar bisa mendapatkan penumpang. Kalau tidak berkeliling,
maka penghasilan yang didapat pun menjadi tidak maksimal. Bahkan, bisa kurang
dari setorannya.
Tarif
bajaj memanglah ditentukan oleh jarak yang akan ditempuhnya dan negosiasi atau
kesepakatan bersama antara penumpang dan sopir bajaj tersebut. Sehingga, tak
jarang penghasilan sopir bajaj pun tak menentu setiap harinya. Hal yang unik
dari sopir bajaj ialah sama seperti pengendara kendaraan bermotor lainnya,
sopir bajaj juga seharusnya memiliki SIM atau Surat Ijin Mengemudi. Namun, SIM
yang dimiliki oleh sopir bajaj adalah SIM A khusus.
Berdasarkan
data Organda yang tercetak dalam koran
Kompas, Kamis, 30 Mei 2013, menunjukkan, 95 persen sopir bajaj di Jakarta tidak
memiliki SIM. Hanya sebagian kecil yang memiliki SIM A dan C. Sopir bajaj
bingung karena tak ada kategori SIM khusus angkutan lingkungan. Karena itu,
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono meminta kepolisian membuka
kembali layanan SIM A khusus. Tidak perlu ada payung hukum secara khusus yang
dibuat Pemprov DKI Jakarta. Tinggal pihak kepolisian yang berinisiatif
menghidupkan kembali jenis SIM A khusus itu ... Pemprov DKI Jakarta akan
menjadikan bajaj sebagai angkutan pengumpan bus transjakarta. Bajaj beroperasi
menjangkau permukiman menuju jalur bus transjakarta. Karena itu, Pemprov DKI
meremajakan bajaj sejak tahun 2006.
Berdasarkan
koran Kompas, Jumat, 24 Mei 2013, bajaj yang sudah diremajakan baru 2.755 unit.
Jika melihat peristiwa peremajaan bajaj tersebut, terkadang muncullah sedikit
perasaan sedih atau tak rela melepas bajaj oranye yang biasa terlihat di jalan
ibukota Jakarta dengan suaranya yang khas. Namun kini, mereka hanyalah menjadi
besi tua yang sudah tak dipandang lagi. Jika dari besi-besi mereka dapat
dimanfaatkan kembali menjadi sesuatu, tentulah akan sangat baik bagi lingkungan
negara kita, dibandingkan mereka hanya terdiam disana saja dan menjadi tumpukan
besi-besi tua yang tak terpakai.
Benarkah
semua bajaj oranye akan diremajakan hingga akhirnya warna cerahnya tak terlihat
lagi? Mungkin di tahun-tahun mendatang bajaj tetaplah ada dengan warna birunya
atau jenis angkutan transportasi lingkungannya. Tak ada yang tau hari esok,
lima tahun lagi, atau bahkan sepuluh tahun lagi. Bagi bajaj oranye, hanya ada
hari ini dan masa lalu bagi kejayaannya.
Hidup
kita sama seperti perjalanan sebuah bajaj, ada lahir, melewati hari-hari dengan
kejayaan sampai kesedihan, banyak yang memberi penilaian yang positif dan
kurang baik bagi kita, menjalani sebuah proses kehidupan, hingga akhirnya bisa
tua dan tak berdaya lagi. Menjalani hari ini dengan sebaik-baiknya, mengangkut
penumpang hari ini untuk membiarkan dapur keluarga sang sopirnya tetap
mengepul, dan menjalani hingga akhirnya
ia harus berhenti beroperasi di Jakarta dan digantikan dengan yang lainnya.
Kenanglah
masa lalu untuk membuat wajah kita tetap tersenyum dan bersyukur, ingatlah masa
lalu saat kita pernah merasakan hal yang kurang menyenangkan sebagai proses
pembelajaran untuk mendewasakan kita dan bangunlah masa depan yang lebih baik
dengan mewujudkan mulai dari sekarang. Melakukan apapun dengan sebaik-baiknya
pada hari ini, dengan pantang menyerah, dan berusaha semaksimal mungkin.
Tak
perlu pedulikan penilaian orang lain, hal positif membuat kita bersyukur, hal
kurang baik di dengar membuat kita belajar untuk memperbaiki dan bukan untuk
disesali hingga akhirnya putus asa. Menjalani hari-hari dengan semangat dan
terus belajar membuat sepanjang hari kita menjadi lebih indah dan masa depan
yang baik. Meskipun pada akhirnya nanti kita akan pensiun, tetapi kita bisa
meninggalkan kenangan yang baik bagi orang-orang di sekitar kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar