Rabu, 19 Juni 2013

Tangan Boleh Cacat, Semangat tetap Hebat !


Aaarrrrgghhh...
Teriakan Joko menggemparkan seisi ruangan. Deruan mesinpun kalah terdengar. Lembab dan angin panas berhembus dari mesin mengiringi teriakan Joko. Antara panas saking panasnya langsung lemes mbak, ” ujar Joko. Wajar saja mesin yang bertekanan 300 ton menimpa tangan, tentu panas yang terasa. “ Bayangin aja mba kejepit pintu aja sakitnya bisa sampe bengkak apalagi ketiban mesin mba, ” kata Joko.
Nama yang tertera pada Kartu Tanda Penduduk yakni Joko Triwanto. Pekerjaannya adalah seorang buruh. Bagi Joko tak pernah terbersit pikirannya untuk memiliki jabatan yang tinggi. “ Wong, sekolah aja cuman sampe SMA aja mbak, ” ucap Joko. Baginya menjadi buruh tidak ada pilihan lain. Pilihannya adalah kerja, kerja, kerja, dan menghasilkan uang. Hal itu menjadi lebih penting dibandingkan memikirkan kedudukan.
***
Pada 6 Maret 2012 dengan arah jarum jam menunjukan pukul 00.30 pagi kala itu. Kucuran darah terus mengalir. Dua pertiga kulit telapak tangan Joko terkelupas. Seluruh tulang jari tangan remuk. Seketika itu juga ruangan yang digunakan untuk memproduksi barang menjadi ramai dan mengerubungi Joko. “ Awalnya mba terasa panas ketiban mesin, terus saya pingsan, ” kata lelaki dengan nada suara jawa yang sangat khas. Mesin seberat 300 ton, bukan benda yang ringan. Satu muatan truk tronton saja maksimal sekitar 22 ton, bandingkan dengan mesin yang memiliki tekanan 300 ton meniban tangan. Apalagi tangan hanya dilindungi dengan sarum tangan yang terbuat dari kain.
“ Mungkin saya pingsan juga karena kaget kali ya mbak, ” ucap Joko. Mesin press otomatis yang telah disesuaikan dengan komputer ternyata error. Mesin tersebut digunakan untuk membuat suku cadang lemari pendingin atau yang sering kita sebut kulkas. Sistem kerja dari mesin itu yaitu naik turun. Mesin itu seharusnya memiliki sensor otomatis. Sehingga saat tangan masih dibawah, mesin itu tidak turun. Namun, mesin itu pula yang menjadi saksi mata remuknya tangan Joko. 
Joko terjatuh dilantai, seketika itu pula teman-temannya menghampirinya. “ Yang saya ingat Pak Wawan dan Pak Dayat yang langsung menghampiri saya, ” ucap Joko sambil menatap keatas seperti gaya mengingat. Tak hanya itu, dia pun masih teringat saat mesin itu menimpa dan teriakannya terdengar di seluruh penjuru ruangan. Salah satu luas ruangan tersebut sekitar 58x70 meter. Dari luas ruangan dan teriakan Joko menandakan betapa sakitnya tangan yang tertiban mesin. Walaupun ruangan tersebut hanya bagian kecil dari luasnya pabrik, namun tetap teriakan Joko menjadi bukti bahwa luasnya ruangan tersebut.
“ Saya langsung dibawa ke rumah sakit, itu darah masih ngalir deres mba, ”ujar Joko. Ketika itu dia langsung dibawa salah satu rumah sakit yang berada di daerah Cikupa. Rumah sakit Mulya Insani menjadi  tempat terakhir dimana dia masih memiliki tangan yang utuh.
Dokter memvonis bahwa tangannya harus diamputasi. Salah satu dokter menjelaskan bahwa tangan Joko sudah sangat remuk, sehingga tidak bisa dibantu dengan alat medis seperti penyambung tulang atau penyangga yang sering kita sebut pen tulang. “ Gimana yah mbak, namanya musibah yaa harus ikhlas tangan saya diamputasi, ” ujar Joko dengan suara parau. Awalnya Joko sempat bingung, jika tangannya diamputasi bagaimana dia bisa melakukan pekerjaan sehari-hari.
Tangan merupakan bagian tubuh terpenting. Istilah tangan secara tidak langsung adalah tempat dimana pikiran dan dunia bertemu. Sehingga dapat dikatakan tangan adalah proses pemikiran kita untuk melakukan sesuatu. Namun, bila tangan tak ada tentu proses pemikiran tak dapat berjalan selayaknya. “ Ikhlas kunci utama hidup mbak, ” ucap Joko dengan mata yang berkaca-kaca.
Kala itu seharusnya pukul 03.00 wib, Joko dijadwalkan operasi amputasi. Namun, tiga jam kemudian barulah dimulai operasi. Keterlambatan tersebut, karena pihak rumah sakit dan dokter  menyelesaikan pasien dengan operasi yang lebih singkat waktunya. “ Deg-degkan mba, pas masuk ruangan operasi, ” ucap Joko. Degub kencang jantung Joko mengiringi operasi itu dilaksanakan.
Hampir empat jam Joko di ruang operasi. Seketikanya keluar, dia disambut oleh istri dengan kucuran air mata yang deras. “ Saya itu baru dikasih tau pas subuh mbak, kaget saya, ” ucap Sutiah, istri Joko. Joko sengaja tidak memberitahu saat kejadian. Joko khawatir jika keluarganya menjadi panik dan histeris. Sehingga Joko meminta teman kerjanya agar memberitahukan keluarganya saat pagi.
“ Saya lagi masak buat sarapan anak-anak, kok subuh-subuh ada yang ketok pintu eh ternyata dapet kabar gtu, astagfirullah yaa Allah, ” ucap Sumiati sambil mengelus dada. Sumiati menjelaskan bahwa semalam dia tidak ada firasat apapun. Bahkan sebelum kejadian Joko dan istri serta dua anaknya makan nasi goreng bersama.
Tak hanya Sutiah yang kaget, dua anaknya juga kaget. “ Yang paling kaget sampe nangis itu Inggit mbak, dia nangisnya kejer, ” ucap sutiah yang memiliki model rambut seperti lelaki. Joko dan Sutiah memiliki dua anak perempuan. Dua anak mereka  yakni Kalimatus Sadiah dan Inggit.
“ Pas itu cuma ada temen kerja bapak aja yang nemenin bapak, nggak ada perwakilan staf kantor, ” ujar perempuan kelahiran Boyolali. Padahal lokasi perusahaan berada di daerah Tangerang dan tidak jauh dari rumah sakit. Entah memang staf tidak tahu atau tidak mau tahu, namun memang tidak ada perwakilan dari PT Jinwoo Engineering Indonesia.
Perusahaan tersebut merupakan supplier suku cadang untuk PT LG Electronics Indonesia. Perusahaan Jinwoo memiliki ribuan pekerja. Tapi pihak perusahaan seakan tidak ada yang peduli. Pantas saja banyak kecelakaan kerja yang terjadi, namun pihak perusahaan tidak bertanggung jawab.
Seperti yang dikutip antaranews.com  yakni menurut Kepala Divisi Teknis Pelayanan, PT Jamsostek, Afdiwar Anwar bahwa di wilayah Jawa Barat dan Banten pada tahun 2012 terjadi 37.390 kasus kecelakaan kerja. Itu berarti hampir setiap hari ada 7 pekerja jamsostek yang meninggal dunia akibat kecelakaan kerja.
Padahal Undang-Undang yang mengatur tentang keselamatan kerja sudah tercantum dengan jelas. Isi Undang-Undang terletak pada Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja serta Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Dalam pasal 3 peraturan pemerintah itu berisi, misalnya, diatur bahwa perusahaan dengan jumlah tenaga kerja yang lebih dari 100 orang atau yang mengandung potensi bahaya bagi tenaga kerja maka wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan kerja.
Padahal Undang-Undang tersebut sudah jelas, namun beberapa perusahaan sering bandel. Terbukti mesin pabrik yang sudah tua dan layak untuk diganti tapi ternyata tidak. “ Kita sih aman kerja disitu cuma mesin-mesinnya kan udah tua mbak, jadi belum diganti ,” ucap Lelaki kelahiran 1 Maret 1975.
Setelah peristiwa tersebut perusahaan masih belum mengurus surat permohonan dari Joko. “ Saya cuman mohon untuk dibantu biaya sekolah anak-anak saya,  “ ucap pria yang berwarna kulit sawo matang. Pada Januari 2013 Joko sudah diangkat menjadi buruh tetap yang sebelumnya hanya buruh kontrak. “ Buruh tetap sih iyah mbak, tapi bisa kapan aja kan saya dipecat, “ ucap lelaki yang memiliki lesung pipi. Walaupun menjadi pegawai tetap
Semenjak Joko tak memiliki kedua tangan lagi, dia hanya menerima gaji bulanan. Itu tandanya dia tidak dapat mendapat uang tambahan dari hasil kerja lemburan. Biasanya pendapatan hasil kerja lemburan dapat lebih banyak. “ Lumayan mbak, klo lembur bisa nambah-nambahin tabungan anak sekolah, ” Ujar Sutiah.
“ Yah, namanya juga budak Korea mbak, ” kata Joko. Buruh yang acap kali sering dipandang sebelah mata oleh sebagian orang. Apalagi kata ‘Buruh’ acap kali berkonotasi hina, rendahan, kasaran, dan lainnya. Terkadang pilu mendengar buruh yang menjadi budak di negara sendiri.
Istilah Budak di negara sendiri terlihat jelas. Dimana pada saat Joko terkena kecelakaan kerja tak ada pemilik perusahaan yang perhatian kepada pekerjanya. Padahal Joko merupakan korban kedua dalam kecelakaan kerja, namun korban sebelumnya tidak separah Joko. “Mister Jeung Kuil nggak pernah nengok ataupun memberikan perhatian mbak, ” ucap Joko. Mister Jeung Kuil adalah pemilik dari PT Jinwoo Engineering Indonesia. Dia berasal dari Negara Korea.
“ Insya Allah saya udah ikhlas mbak, ” ujar Joko. Joko kini tak bisa melakukan perkerjaan seperti layaknya orang umum. Namun, dia menyadari bahwa tak bisa bekerja selayaknya suami yang bekerja, bukan berarti dia tidak dapat membantu istri dalam pekerjaan rumah.
“ Yaa, nyapu, elap-elap, pekerjaan kecil aja mbak yang saya bisa lakuin, ” kata Joko. Ngilu yang dirasakan pada bekas operasi tangan Joko tidak digubrisnya. Baginya ngilu yang terasa hanyalah gigitan semut saja.
“Saya emang gak bisa lakuin apa-apa untuk diri sendiri, tapi saya bisa ngelakuin hal kecil untuk orang lain, ” ucap Joko dengan penuh keyakinan. Joko tidak mau hanya meratapi kejadian yang terjadi. Dia tak mau hanya menggerutu kepada Tuhan dan menyalahkan pengalaman pahit hidupnya.
Kini dia menjadi guru ngaji di musolah yang berada di dekat rumahnya. “ Hikmahnya mbak saya lebih dekat ke Allah subhanahu wa ta’ala,” ucap lelaki yang ramah terhadap tetangganya.
Setiap jam empat sore dia berangkat menuju musolah. Menjadi guru ngaji sudah menjadi rutinitasnya sekarang. Joko tidak memikirkan kecilnya pendapatan menjadi seorang guru ngaji, yang terpenting kepuasan hati. “ Biarin mbak gaji kecil, yang penting saya bisa ngajarin ngaji, ” ujar Lelaki berambut hitam. Baginya menjadi guru ngaji sudah dapat melakukan hal kecil tapi berdampak besar. Dia bisa mengajari anak-anak dari yang belum bisa membaca Al Qur’an menjadi lancar baca kitab suci agama islam tersebut.
Tak hanya guru ngaji, Joko pun aktif dalam Dewan Keluarga Masjid. Peran sertanya justru membangkitkan semangat anggota lain. Joko memang tidak memiliki anggota tubuh yang sempurna, hal itu yang menjadi pacuan anggota lain. Bahasa umumnya ‘masa kalah orang yang tubuhnya sempurna sama orang yang tidak sempurna anggota tubuhnya’. “ Saya seneng mbak ikut DKM, jadi nambah teman, ” kata Joko sambil tersenyum.
“ Gaji guru ngaji kecil dan menjadi anggota DKM pun sukarela tapi sedikit saya bisa membantu pemasukan keluarga juga mbak, ” ucap Joko. Semenjak musibah Joko kehilangan dua tangannya, kini istrinya menjadi tukang ojek. Biasanya ojek adalah pekerjaan lelaki, namun Sumiati tidak memperdulikannya.
“ Cari duit lebih penting mbak, dari pada gengsi,” ucap Sumiati. Pendapatan menjadi tukang ojek dapat dikatakan cukup bagi keluarga kecil ini. Sumiati dalam sehari dapat menghasilkan 30-50 ribu. Jumlah tersebut cukup untuk mengepulkan dapurnya.
 “ Cape sih mbak, tapi yang penting bisa bantu bapak juga, ” kata Sumiati sambil menoleh Joko. Sumiati bekerja dari jam 7 hingga jam lima sore. Sumiati dan Joko bekerja sama agar dapat menyekolahkan anaknya hingga lulus nanti.
“ Cinta sama bapak  masih donk mbak, punya suami imut imut kaya gini cuma dia doank mbak, ” ucap Sumiati tersipu malu. Pasangan 13 tahun menikah ini semakin terlihat kompak setelah musibah kelam. Mereka berjanji untuk berusaha keras menyekolahkan anak-anaknya hingga selesai.
  “Yah saya udah ridho mbak kejadian dulu, biarin saya punya tangan cacat, yang penting semangat tetap hebat, “ ucap Joko dengan nada semangat. Gelak tawa pun mengiringi kekosongan ruangan setelah Joko mengatakan hal tersebut dengan mengepalkan sisa tangannya ke atas. Baginya penyemangat hidupnya agar terus berjuang adalah keluarganya.
300 ton beban yang menimpa tangan bukan berarti seberat itu pula beban hidup yang dihadapi. Joko dan keluarga mengahadapinya dengan ikhlas dan ridho. Joko pun berusaha semangat dan melakukan hal kecil untuk orang lain. Ibarat pepatah ‘Lebih baik menyalakan lilin daripada menyumpahi kegelapan’. Pepatah tersebut cocok untuk kehidupan Joko. Lebih baik dia melakukan hal kecil untuk orang lain, dibandingkan menyalahkan kejadian kelam dimasa lalu.


Desi Permatasari
11140110088

1 komentar: