Teriakan Joko menggemparkan
seisi ruangan. Deruan mesinpun kalah terdengar. Lembab dan angin panas
berhembus dari mesin mengiringi teriakan Joko. “ Antara panas saking panasnya langsung lemes mbak, ” ujar Joko. Wajar
saja mesin yang bertekanan 300 ton menimpa tangan, tentu panas yang terasa. “ Bayangin
aja mba kejepit pintu aja sakitnya bisa sampe bengkak apalagi ketiban mesin
mba, ” kata Joko.
Nama yang tertera pada Kartu
Tanda Penduduk yakni Joko Triwanto. Pekerjaannya adalah seorang buruh. Bagi
Joko tak pernah terbersit pikirannya untuk memiliki jabatan yang tinggi. “ Wong,
sekolah aja cuman sampe SMA aja mbak, ” ucap Joko. Baginya menjadi buruh tidak
ada pilihan lain. Pilihannya adalah kerja, kerja, kerja, dan menghasilkan uang.
Hal itu menjadi lebih penting dibandingkan memikirkan kedudukan.
***
Pada 6 Maret 2012 dengan arah
jarum jam menunjukan pukul 00.30 pagi kala itu. Kucuran darah terus mengalir. Dua
pertiga kulit telapak tangan Joko terkelupas. Seluruh tulang jari tangan remuk.
Seketika itu juga ruangan yang digunakan untuk memproduksi barang menjadi ramai
dan mengerubungi Joko. “ Awalnya mba terasa panas ketiban mesin, terus saya
pingsan, ” kata lelaki dengan nada suara jawa yang sangat khas. Mesin seberat
300 ton, bukan benda yang ringan. Satu muatan truk tronton saja maksimal
sekitar 22 ton, bandingkan dengan mesin yang memiliki tekanan 300 ton meniban
tangan. Apalagi tangan hanya dilindungi dengan sarum tangan yang terbuat dari
kain.
“ Mungkin saya pingsan juga
karena kaget kali ya mbak, ” ucap Joko. Mesin press otomatis yang telah
disesuaikan dengan komputer ternyata error. Mesin tersebut digunakan untuk
membuat suku cadang lemari pendingin atau yang sering kita sebut kulkas. Sistem
kerja dari mesin itu yaitu naik turun. Mesin itu seharusnya memiliki sensor
otomatis. Sehingga saat tangan masih dibawah, mesin itu tidak turun. Namun,
mesin itu pula yang menjadi saksi mata remuknya tangan Joko.
Joko terjatuh dilantai,
seketika itu pula teman-temannya menghampirinya. “ Yang saya ingat Pak Wawan
dan Pak Dayat yang langsung menghampiri saya, ” ucap Joko sambil menatap keatas
seperti gaya mengingat. Tak hanya itu, dia pun masih teringat saat mesin itu
menimpa dan teriakannya terdengar di seluruh penjuru ruangan. Salah satu luas ruangan
tersebut sekitar 58x70 meter. Dari luas ruangan dan teriakan Joko menandakan
betapa sakitnya tangan yang tertiban mesin. Walaupun ruangan tersebut hanya bagian kecil dari luasnya pabrik, namun tetap teriakan Joko menjadi bukti bahwa luasnya ruangan tersebut.
“ Saya langsung dibawa ke
rumah sakit, itu darah masih ngalir deres mba, ”ujar Joko. Ketika itu dia
langsung dibawa salah satu rumah sakit yang berada di daerah Cikupa. Rumah
sakit Mulya Insani menjadi tempat
terakhir dimana dia masih memiliki tangan yang utuh.
Dokter memvonis bahwa
tangannya harus diamputasi. Salah satu dokter menjelaskan bahwa tangan Joko
sudah sangat remuk, sehingga tidak bisa dibantu dengan alat medis seperti
penyambung tulang atau penyangga yang sering kita sebut pen tulang. “ Gimana
yah mbak, namanya musibah yaa harus ikhlas tangan saya diamputasi, ” ujar Joko
dengan suara parau. Awalnya Joko sempat bingung, jika tangannya diamputasi
bagaimana dia bisa melakukan pekerjaan sehari-hari.
Tangan merupakan bagian
tubuh terpenting. Istilah tangan secara tidak langsung adalah tempat dimana
pikiran dan dunia bertemu. Sehingga dapat dikatakan tangan adalah proses
pemikiran kita untuk melakukan sesuatu. Namun, bila tangan tak ada tentu proses
pemikiran tak dapat berjalan selayaknya. “ Ikhlas kunci utama hidup mbak, ”
ucap Joko dengan mata yang berkaca-kaca.
Kala itu seharusnya pukul 03.00
wib, Joko dijadwalkan operasi amputasi. Namun, tiga jam kemudian barulah
dimulai operasi. Keterlambatan tersebut, karena pihak rumah sakit dan dokter menyelesaikan pasien dengan operasi yang lebih
singkat waktunya. “ Deg-degkan mba, pas masuk ruangan operasi, ” ucap Joko.
Degub kencang jantung Joko mengiringi operasi itu dilaksanakan.
Hampir empat jam Joko di
ruang operasi. Seketikanya keluar, dia disambut oleh istri dengan kucuran air
mata yang deras. “ Saya itu baru dikasih tau pas subuh mbak, kaget saya, ” ucap
Sutiah, istri Joko. Joko sengaja tidak memberitahu saat kejadian. Joko khawatir
jika keluarganya menjadi panik dan histeris. Sehingga Joko meminta teman
kerjanya agar memberitahukan keluarganya saat pagi.
“ Saya lagi masak buat
sarapan anak-anak, kok subuh-subuh ada yang ketok pintu eh ternyata dapet kabar
gtu, astagfirullah yaa Allah, ” ucap Sumiati sambil mengelus dada. Sumiati
menjelaskan bahwa semalam dia tidak ada firasat apapun. Bahkan sebelum kejadian
Joko dan istri serta dua anaknya makan nasi goreng bersama.
Tak hanya Sutiah yang kaget,
dua anaknya juga kaget. “ Yang paling kaget sampe nangis itu Inggit mbak, dia
nangisnya kejer, ” ucap sutiah yang memiliki model rambut seperti lelaki. Joko
dan Sutiah memiliki dua anak perempuan. Dua anak mereka yakni Kalimatus Sadiah dan Inggit.
“ Pas itu cuma ada temen
kerja bapak aja yang nemenin bapak, nggak ada perwakilan staf kantor, ” ujar
perempuan kelahiran Boyolali. Padahal lokasi perusahaan berada di daerah
Tangerang dan tidak jauh dari rumah sakit. Entah memang staf tidak tahu atau
tidak mau tahu, namun memang tidak ada perwakilan dari PT Jinwoo Engineering
Indonesia.
Perusahaan tersebut
merupakan supplier suku cadang untuk PT LG Electronics Indonesia. Perusahaan Jinwoo
memiliki ribuan pekerja. Tapi pihak perusahaan seakan tidak ada yang peduli.
Pantas saja banyak kecelakaan kerja yang terjadi, namun pihak perusahaan tidak
bertanggung jawab.
Seperti yang dikutip antaranews.com yakni menurut Kepala Divisi Teknis Pelayanan,
PT Jamsostek, Afdiwar Anwar bahwa di wilayah Jawa Barat dan Banten pada tahun
2012 terjadi 37.390 kasus kecelakaan kerja. Itu berarti hampir setiap hari ada
7 pekerja jamsostek yang meninggal dunia akibat kecelakaan kerja.
Padahal Undang-Undang yang mengatur
tentang keselamatan kerja sudah tercantum dengan jelas. Isi Undang-Undang terletak
pada Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja serta Peraturan Pemerintah
Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Dalam pasal 3 peraturan pemerintah itu berisi, misalnya, diatur
bahwa perusahaan dengan jumlah tenaga kerja yang lebih dari 100 orang atau yang
mengandung potensi bahaya bagi tenaga kerja maka wajib menerapkan sistem
manajemen keselamatan kerja.
Padahal Undang-Undang
tersebut sudah jelas, namun beberapa perusahaan sering bandel. Terbukti mesin
pabrik yang sudah tua dan layak untuk diganti tapi ternyata tidak. “ Kita sih
aman kerja disitu cuma mesin-mesinnya kan udah tua mbak, jadi belum diganti ,”
ucap Lelaki kelahiran 1 Maret 1975.
Setelah peristiwa tersebut
perusahaan masih belum mengurus surat permohonan dari Joko. “ Saya cuman mohon
untuk dibantu biaya sekolah anak-anak saya,
“ ucap pria yang berwarna kulit sawo matang. Pada Januari 2013 Joko
sudah diangkat menjadi buruh tetap yang sebelumnya hanya buruh kontrak. “ Buruh
tetap sih iyah mbak, tapi bisa kapan aja kan saya dipecat, “ ucap lelaki yang
memiliki lesung pipi. Walaupun menjadi pegawai tetap
Semenjak Joko tak memiliki
kedua tangan lagi, dia hanya menerima gaji bulanan. Itu tandanya dia tidak
dapat mendapat uang tambahan dari hasil kerja lemburan. Biasanya pendapatan
hasil kerja lemburan dapat lebih banyak. “ Lumayan mbak, klo lembur bisa
nambah-nambahin tabungan anak sekolah, ” Ujar Sutiah.
“ Yah, namanya juga budak
Korea mbak, ” kata Joko. Buruh yang acap kali sering dipandang sebelah mata
oleh sebagian orang. Apalagi kata ‘Buruh’ acap kali berkonotasi hina, rendahan,
kasaran, dan lainnya. Terkadang pilu mendengar buruh yang menjadi budak di negara
sendiri.
Istilah Budak di negara
sendiri terlihat jelas. Dimana pada saat Joko terkena kecelakaan kerja tak ada
pemilik perusahaan yang perhatian kepada pekerjanya. Padahal Joko merupakan
korban kedua dalam kecelakaan kerja, namun korban sebelumnya tidak separah
Joko. “Mister Jeung Kuil nggak pernah nengok ataupun memberikan perhatian mbak,
” ucap Joko. Mister Jeung Kuil adalah pemilik dari PT Jinwoo Engineering
Indonesia. Dia berasal dari Negara Korea.
“ Insya Allah saya udah
ikhlas mbak, ” ujar Joko. Joko kini tak bisa melakukan perkerjaan seperti
layaknya orang umum. Namun, dia menyadari bahwa tak bisa bekerja selayaknya
suami yang bekerja, bukan berarti dia tidak dapat membantu istri dalam
pekerjaan rumah.
“ Yaa, nyapu, elap-elap,
pekerjaan kecil aja mbak yang saya bisa lakuin, ” kata Joko. Ngilu yang
dirasakan pada bekas operasi tangan Joko tidak digubrisnya. Baginya ngilu yang
terasa hanyalah gigitan semut saja.
“Saya emang gak bisa lakuin
apa-apa untuk diri sendiri, tapi saya bisa ngelakuin hal kecil untuk orang
lain, ” ucap Joko dengan penuh keyakinan. Joko tidak mau hanya meratapi
kejadian yang terjadi. Dia tak mau hanya menggerutu kepada Tuhan dan
menyalahkan pengalaman pahit hidupnya.
Kini dia menjadi guru ngaji
di musolah yang berada di dekat rumahnya. “ Hikmahnya mbak saya lebih dekat ke
Allah subhanahu wa ta’ala,” ucap lelaki yang ramah terhadap tetangganya.
Setiap jam empat sore dia
berangkat menuju musolah. Menjadi guru ngaji sudah menjadi rutinitasnya
sekarang. Joko tidak memikirkan kecilnya pendapatan menjadi seorang guru ngaji,
yang terpenting kepuasan hati. “ Biarin mbak gaji kecil, yang penting saya bisa
ngajarin ngaji, ” ujar Lelaki berambut hitam. Baginya menjadi guru ngaji sudah
dapat melakukan hal kecil tapi berdampak besar. Dia bisa mengajari anak-anak
dari yang belum bisa membaca Al Qur’an menjadi lancar baca kitab suci agama
islam tersebut.
Tak hanya guru ngaji, Joko
pun aktif dalam Dewan Keluarga Masjid. Peran sertanya justru membangkitkan
semangat anggota lain. Joko memang tidak memiliki anggota tubuh yang sempurna,
hal itu yang menjadi pacuan anggota lain. Bahasa umumnya ‘masa kalah orang yang
tubuhnya sempurna sama orang yang tidak sempurna anggota tubuhnya’. “ Saya seneng
mbak ikut DKM, jadi nambah teman, ” kata Joko sambil tersenyum.
“ Gaji guru ngaji kecil dan
menjadi anggota DKM pun sukarela tapi sedikit saya bisa membantu pemasukan
keluarga juga mbak, ” ucap Joko. Semenjak musibah Joko kehilangan dua
tangannya, kini istrinya menjadi tukang ojek. Biasanya ojek adalah pekerjaan
lelaki, namun Sumiati tidak memperdulikannya.
“ Cari duit lebih penting
mbak, dari pada gengsi,” ucap Sumiati. Pendapatan menjadi tukang ojek dapat
dikatakan cukup bagi keluarga kecil ini. Sumiati dalam sehari dapat menghasilkan
30-50 ribu. Jumlah tersebut cukup untuk mengepulkan dapurnya.
“ Cape sih mbak, tapi yang penting bisa bantu
bapak juga, ” kata Sumiati sambil menoleh Joko. Sumiati bekerja dari jam 7
hingga jam lima sore. Sumiati dan Joko bekerja sama agar dapat menyekolahkan
anaknya hingga lulus nanti.
“ Cinta sama bapak masih donk mbak, punya suami imut imut kaya
gini cuma dia doank mbak, ” ucap Sumiati tersipu malu. Pasangan 13 tahun
menikah ini semakin terlihat kompak setelah musibah kelam. Mereka berjanji
untuk berusaha keras menyekolahkan anak-anaknya hingga selesai.
“Yah
saya udah ridho mbak kejadian dulu, biarin saya punya tangan cacat, yang
penting semangat tetap hebat, “ ucap Joko dengan nada semangat. Gelak tawa pun mengiringi
kekosongan ruangan setelah Joko mengatakan hal tersebut dengan mengepalkan sisa
tangannya ke atas. Baginya penyemangat hidupnya agar terus berjuang adalah
keluarganya.
300 ton beban yang menimpa
tangan bukan berarti seberat itu pula beban hidup yang dihadapi. Joko dan
keluarga mengahadapinya dengan ikhlas dan ridho. Joko pun berusaha semangat dan
melakukan hal kecil untuk orang lain. Ibarat pepatah ‘Lebih baik menyalakan
lilin daripada menyumpahi kegelapan’. Pepatah tersebut cocok untuk kehidupan
Joko. Lebih baik dia melakukan hal kecil untuk orang lain, dibandingkan
menyalahkan kejadian kelam dimasa lalu.
Desi Permatasari
11140110088
11140110088
Tetap semangat pak joko .
BalasHapusBy aang vf