Rabu, 19 Juni 2013

Gelapnya Penyambung Tangan

            Kerasnya hidup di ibukota dan persaingan mencari perkerjaan, bukan menjadi sorotan utama masyarakat daerah yang tiap tahun terus meningkat, dari jumlah penduduk yang datang. Masalah yang datang silih berganti menjadikan suatu keanekaragaman yang tak pantang surut untuk selalu menghiasi indahnya ibukota. Keterampilan dan keahlian khusus menjadi tuntutan utama dalam memperoleh suatu kehidupan yang layak, namun tak sedikit orang yang mencari jalur yang cepat untuk menyambung hidupnya.

Lampu sein berkedip, berbagai jenis motor roda dua menepi di sepanjang Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat. Tak jauh dari tempat lokalisasi yang terkenal dengan sebutan ‘Kali Jodoh’. Tak sedikit niat dari para pengemudi untuk menghindari situasi itu, apa daya harapan itu pupus ditengah kepanikan dan ketakutan melawan aparat keamanan yang sudah berbaris rapi seperti pagar betis.

Suasana malam itu terpecah dengan riuh suara pengendara dan mesin, bercampur asap yang mengepul dari knalpot.
“Aduh pak...” Ujar seorang pria muda, tanpa menggunakan helm, anting di kuping kiri, dan bertato bergambar burung elang.
“Aduh kenapa lagi kamu ini? Coba kamu menepi ke sebelah sana.” Ucap  aparat kepolisian itu sambil menunjukan arah yang harus dituju oleh Mamat, dengan arah mata yang berlainan arah sambil memantau pengguna sepeda motor lainnya.

            Pria itu berusia 27 tahun, sedikit geram terlihat dari air mukanya. 300 ribu melayang dari dompet kulit berwarna coklat bata yang sudah kusam dan robek pada bagian ujung – ujungnya. Pantas saja, Mamat yang merupakan salah satu penjaga salah diskotik di daerah Kota Tua harus mengeluarkan uang begitu banyak karena Ia tidak mau berlama – lama dengan polisi itu. Sim C, STNK, dan tidak menggunakan helm adalah salah satu faktor denda yang harus ditanggungnya.

Tak kurang dari 70 sepeda motor yang diberhentikan, guna melakukan pengecekan kelengkapan surat – surat motor dan surat izin mengemudi serta kelengkapan berkendara. Tak sedikit pula pengendara sepeda motor yang lolos karena sesuai prosedur berkendara dan dapat melanjutkan perjalanan di malam yang hampir subuh itu.

***
            Lain halnya dengan pria satu ini, Londo. Pria berkumis lebat, berkaca mata kotak dan berambut ikal serta memiliki mata yang sayup itu tak gentar melawan gertakan polisi saat razia, sedikit adu mulut, tawar menawar yang alot, akhirnya keputusan jalan tengah diambil, dengan ‘damai’ seharga 40 ribu, dirinya dapat terlepas dari razia.

            Berbeda dengan pengemudi lainnya, mereka terlihat tertekan, gugup, dan pasrah apa adanya. Mengakui kesalahan, atau dimanfaatkan dikala sanksi yang memberatkan diberikan kepada mereka yang tidak taat dalam berlalu lintas.

            Kesalahan dalam penggunaan wewenang kepada masyarakat sering terlihat dalam lingkup kota metropolitan. Pria yang memiliki 2 kesalahan itu akibat tidak memakai helm dan harus rela mengeluarkan uang dari isi dompetnya.
Kesalahan itu sesuai dengan pasal 106 ayat (5) disebutkan bahwa:

Pada saat diadakan pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor wajib menunjukkan: a. Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor; b. Surat Izin Mengemudi.
Jika tidak bisa menunjukkan STNK sanksi lebih besar, lihat pada Pasal 288 ayat (1) setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

Terlihat dari pasal tersebut dan tertera nominal denda yang sebanyak itu, tidak masuk akal bila hampir setiap uang yang dibawa sebesar itu untuk berjaga – jaga disaat menggunakan kendaraan bermotor. Untuk memperoleh titik hasil dari total denda yang diterima, seharusnya melalui jalur pengadilan, dan menghadiri sidang di Pengadilan Negeri sebagaimana mestinya dalam menyelesaikan perkara kasus penilangan.

***
Saling adu mulut, kesal, hingga tawar menawar terjadi di pinggir jalan raya yang menghubungkan Kota Tangerang dengan wilayah Jakarta Barat. Sekitar 75% pengemudi sepeda motor yang bermasalah berakhir dengan meyelesaikan perkara melalui jalur ‘damai’ dengan aparat keamanan lalu lintas.

Mereka beranggapan bahwa, dengan memilih jalur ‘damai’ maka akan mempercepat terselesaikan masalah dan dapat langsung melanjutkan perjalanan. Ketimbang mereka harus mengikuti prosedur yang telah ditetapkan, yang nantinya akan berujung pada ‘dana’ yang dikeluarkan. Menunggu kurang lebih 1 bulan hingga jadwal surat persidangan digelar, surat – surat berkendara ditahan sebagai sanksi atau hukuman.

“Yah, daripada nunggu birokrasi yang lambat, mending damai aje. Itung – itungannya sama aja kok. Mesti bayar calo lah, bensin ke tempat pengadilan. Mending deket dengan rumah, klo jauh? Hahaha.. capek lah klo ngikutin aturan. Jalan cepet aja, tekor dikit ga apa, yang penting kelar, khn enak tuh.” Menurut Londo,  salah satu pengemudi yang tidak menggunakan helm.

***
            Disisi lain, bilik berukuran kira – kira 3 x 4, berdebu, bercelah dengan penutup lapisan kawat kotak – kotak terlihat kumuh dan sempit. Hanya tersedia alat tulis kantor, sepasang meja dan kursi, serta jam dinding yang senantiasa berputar. Loket itu tampak ramai dikerumuni oleh orang – orang yang mempunyai tujuan sama, yaitu mengambil SIM / STNK. Berlokasi dalam satu kompleks yang berada di pusat Kota Tangerang. Berderetan dengan kantor imigrasi, kantor kejaksaan negeri, dan masih banyak kantor instansi lainnya. Letak Pengadilan Negeri kelas 1 Tangerang berada pada ujung jalan dekat dengan lampu merah, sebelum kantor kejaksaan dan kodim 05/06. Disana merupakan tempat untuk menindak lanjuti kasus pidana atau perdata berfungsi sebagai tempat memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan tiap kasus yang digelar. Termasuk kasus penilangan yang terjadi pada saat razia. Barang bukti hasil penilangan akan diambil beserta pembayaran denda dari hasil keputusan sidang yang dilakukan oleh hakim.

Jalan Taman Makam Pahlawan Taruna merupakan jalur menuju Pengadilan Negeri kelas 1A, Kota Tangerang.
Jalan Taman Makam Pahlawan Taruna merupakan jalur menuju Pengadilan Negeri kelas 1A, Kota Tangerang.

















***
            Disuatu sisi sudut area Kantor Pengadilan Negeri itu, tepatnya di muka jalan, lebih dari lima belasan pria berumur kurang lebih 27 tahun ke atas bersenda gurau dan sesekali memalingkan muka ke arah jalan raya, sepintas terlihat seperti sedang menunggu rekan atau kerabat yang akan melintasi di muka jalan.

            Perkerjaan sebagai joki pungli (pungutan liar) atau calo memang sudah tak heran didengar dan menjadi rahasia publik halnya di negara tercinta ini, praktik korupsi seakan menjadi teman dalam setiap perkerjaan yang dinaungi. Hal itu merupakan suatu tuntutan kehidupan yang harus dijalani dalam menyambung kehidupan. Kerasnya kehidupan membuat sebagian orang menghalalkan segala pekerjaan yang dilakoninya.

            Berpenghasilan seratus ribu hingga tiga ratus, membuat pria kelahiran Majalengka ini mampu menghidupi keluarganya. Dirinya merasa bahwa perkerjaan yang digelutinya merupakan perkerjaan yang mulia, karena hal yang ditawarkan adalah membantu untuk mempermudah pelanggan dalam mengatasi kesulitan, bukan halnya membunuh atau merampok.
Kantor Pengadilan Negeri kelas 1A, Kota Tangerang.


 ***
            Tidak sedikit masyarakat lebih memilih menggunakan jasa calo, daripada mengurusnya sendiri. Dalam menggunakan jasa calo, mereka mendapatkan kemudahan yang sebanding dengan apa yang telah mereka bayar. Memilih menggunakan jasa calo dikarenakan waktu yang lenih singkat bahkan jauh dari kata ‘dipersulit’ oleh anggota birokrasi yang bertugas. Banyak hal yang dapat digunakan untuk mengulur – ngulur waktu dalam penyelesaian suatu masalah, terutama dalam hal sidang kasus tilang.

            Wanita itu terlihat panik, 2 jam sudah berlalu, dengan berbagai berkas yang tergulung, terlihat tidak rapi terus digenggamnya.  Salah seorang pegwai bank ternama di Indonesia menuturkan pengalaman tentang mengurus sidang pengambilan SIM di kantor Pengadilan Negeri kelas IA, Kota Tangerang.

“Iya nih, dari tadi gak kelar urusannya, nunggu hakimnya lama.” Ungkapnya dengan nada kesal.
Memang dana yang dikeluarkan tergolong sedikit, dibandingkan dengan menggunakan jasa calo yang mematok harga hampir 2x lipat dari harga sebenarnya.
Ibu dari satu orang anak ini hampir sempat putus asa dalam mengikuti tahapan pengambilan barang bukti penilangan.

            Wanita berpotongan rambut bob, sekilas mirip artis Yuni Shara ini meyakinkan bahwa dirinya sudah dipersulit dengan aturan – aturan yang ada.

“Sebenernya tinggal kasih slip merah ke loket pengadilan, trus dapat nomer urutan sidang, dipanggil oleh hakim dan keluarlah nominal denda yang harus dibayar untuk menebus sim nya” tutrnya sembari mengusap dahi yang sudah berkeringat.

***
            Sopian, sudah menjalani sebagai calo sejak awal tahun 2011. Masih tergolong mudah dalam menjalani pekerjaan sebagai penyambung tangan dalam urusan pengambilan SIM / STNK di kantor pengadilan negeri.
            Dirinya mengakui, sejak awal berangkat dari kampungnya, Majalengka, dirinya mengakui telah menjadi calo juga sebagai perantara dalam pembuatan SIM / STNK di daerah kampungnya. Berkat pengalaman itu, dirinya membranikan diri menginjakan kaki di kota yang terkenal akan stadion benteng nya.

            Pria yang memiliki tiga orang anak dari istri bernama Mardiyah menghidupi keluarga dengan menjadi calo di kantor pengadilan negeri. Berasal dari keluarga yang memiliki ekonomi kelas menengah kebawah, dirinya merasa sudah mampu menyekolahkan ketiga anaknya yang masih duduk di bangku sekolah. Keberanian dalam menginjakan kaki di Kota Tangerang bukan semata ingin terlihat kampungan atau gengsi. Keahliaanya dalam ‘melobi’ kepada orang yang membutuhkan pertolongan dirinya sudah kental sejak menjalani profesi yang serupa di kampung halamannya.

“Di kampung gampang sekali di lacak, trus juga namanya di kampung ya ga enak juga sama tetangga, keluarga. Kecil juga ‘tip’ nya gak cukup lah buat dapur ngebul.” Ujarnya.

 
Salah satu upaya pihak pengadilan dalam mengurangi tindak korupsi pada spanduk yang bertuliskan “Hindari calo” pada salah satu lokasi yang berada di Kantor Pengadilan Negeri kelas 1A, Kota Tangerang.
  
 ***
            Lahan percaloan tidak hanya membodokan masyarakat, tetapi tanpa disadari menyeluruh hingga ke akarnya. Jalur pintas menjadi pilihan utama dikala suatu keadaan terdesak atau tidak dilakukan dengan pikiran yang tenang. Kembali kepada diri sendiri, kita ingin berupaya meminimalisir atau menyuburkan.


            Dilematik dari potret kehidupan para pekerja calo sangat kompleks, disatu sisi kebutuhan sandang pangan untuk membiayai keluarga sangat memberatkan bila di kota – kota besar, tak hanya itu saja, kebutuhan yang lain pun harus terpenuhi walau hanya dapat dicapai seminimal mungkin. Disisi lain, ‘lahan basah’ ini sudah menjamur dan sulit untuk diberantas, setidaknya lebih baik mengurangi daripada tidak sama sekali.



_________________________________________________________________Penulis:
Servulus Armando Dje - 11140110039
Tugas Ujian Akhir Semester - Penulisan Feature
kelas B1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar