Rabu, 19 Juni 2013

Wisata Imajinasi di Kampung Dongeng

Oleh Marganingsih – 11140110131 – B1



Anak laki-laki berbaju merah berdiri di panggung.
Di kausnya tertulis “Pada Suatu Hari”.
Tangannya memegang microphone.
Pandangan matanya tertuju pada puluhan penonton.
Sebagian besar penonton adalah anak-anak.
Dia menarik nafas panjang, menghembuskannya pelan, dan kemudian berucap:

Di sebuah lautan yang sangat luas hiduplah tiga ekor gurita bernama Bonbin, Joko, dan Kiko. 
Bonbin suaranya besar woooooo.
Joko biasa saja, hoo.
Kiko agak kecil, eiii ngiiikkk.
Bonbin, Joko, Kiko, bermain bersama.
Bonbin bilang ke Joko, di sini kok banyak sampah ya? Aaaaaa, Kiko tersedak pelan.
Kiko ketakutan karena itu sampah Kiko.
Joko bilang ke Bonbin, itu bukannya sampah Kiko!
Kata Joko kemudian, aaah tidak mungkin dia kan teman kita.
Tidak mungkin ia membuang sampah sembarangan!

Pada malam hari, Joko dan Bonbin bermain bersama lagi.
Kata Bonbin, hmmm kayak ada suara orang batuk!
Ngiiikkkk uhukk...
Joko berkata pada Bonbin, iya... eh iya, kayaknya suara Kiko! Ohh iya ya!
Ya sudah, kita ke sana saja.
Ayo kita ke sana. Ayo ikut. Mereka berdua pun pergi.
Toet tet tet tet tet tet tet tet!
Kiko, kenapa banyak sampah di rumahmu? tanya Joko.
Ehh, eehh iyaa aku malas membuang sampah, soalnya tempat pembuangan sampah jauh dari rumahku.
Ohh, tidak usah malas dong! kata Bonbin.

“Eh, itu jujurnya di situ!” kata anak itu mengakhiri dongeng singkat buatannya.

***

Mendongeng bukan hal baru. Rakyat Indonesia sudah mengenal budaya lisan ini. Siapa tak kenal dongeng Timun Mas, Malin Kundang, Si Kancil, Bawang Merah dan Bawang Putih, Jaka Tarub dan Tujuh Bidadari? Dongeng-dongeng tersebut sering menjadi kisah pengantar tidur yang dibacakan oleh orangtua kepada anak-anaknya.

Berdasarkan sejarahnya, dongeng merupakan bagian dari tradisi lisan. Tradisi lisan sudah ada sebelum masyarakat mengenal aksara. Tradisi lisan merupakan kekayaan budaya dan bisa berkembang meskipun kemudian masyarakat sudah mengenal aksara.

Menurut Ratna Jumala, Dosen Sastra Anak, Universitas Indonesia pada seminar di Festival Bulan Bahasa UI 2012, dongeng itu diangkat dari cerita khayalan maupun cerita rakyat. Dongeng adalah karya sastra yang perlu dilestarikan. Pengenalan cerita tradisional bisa dibangun dari dongeng. Dongeng identik dengan bacaan anak-anak, termasuk lingkup sastra anak. Tema dan ragam bacaan pun memiliki ciri khas.

Dongeng, warisan budaya ini merupakan cara untuk mengasah kreativitas juga.
Aktivitas mendongeng sudah ada dan sudah jadi kebiasaan masyarakat sejak zaman pra-sejarah. Waktu sudah lama berlalu sejak aksara ditemukan. Tak butuh teknologi canggih. Hanya butuh cerita yang memiliki nilai moral. Tak hanya itu, melalui dongeng, nilai-nilai moral itu bisa tersampaikan kepada anak-anak.
Sayangnya, tradisi mendongeng kini perlahan kehilangan gaungnya.

Suatu tradisi bisa tetap bertahan hanya jika masyarakatnya terus menerus melakukan kebiasaan tersebut dari waktu ke waktu, melintasi perbedaan yang ada di tiap generasinya. 
Kehilangan gaung bisa menandakan mulai pudarnya tradisi lisan ini.
Namun, masih ada yang mau mengayomi tradisi lisan ini, khususnya mendongeng. Jejak imajinasi itu rupanya masih membahana. Kepedulian itu masih ada. Di Kampung Dongeng, inilah yang menjadi wadah imajinasi, tempat di mana tradisi mendongeng diapresiasi.

***

Kampung Dongeng didirikan oleh Awam Prakoso pada 18 Mei 2009. Pendiri Kampung Dongeng ini lebih senang dipanggil dengan sebutan Kak Awam, biar lebih akrab saja.
Kak Awam lahir di Blora, 40 tahun yang lalu dan sudah memiliki tiga orang anak dari pernikahannya dengan sang istri, Yuliana.


Ia mulai aktif di sanggar kampus dan melatih drama anak-anak di beberapa tempat saat kuliah mulai tahun 1992. Awalnya, Kak Awam bekerja di bank swasta. Namun, saat krisis moneter 1998, ia sempat terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Tak putus asa karena belum memiliki pekerjaan lagi, pendiri Kampung Dongeng ini kembali menekuni hobinya. Di sanggar drama ia menuturkan cerita-cerita kepada anak-anak. Hal yang membuatnya kemudian tertarik menjadi pendongeng adalah karena menonton aksi pendongeng di televisi. Kak Awam mulai rajin mendongeng sejak saat itu dan hingga pada 1999, ia menjuarai festival dongeng di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta.
Efek dari menang lomba tersebut jelas. Ia membentuk tim Panggung Boneka dan lebih sering lagi mendongeng. Berkat dukungan istrinyalah, Kak Awam terus aktif mendongeng. Hingga akhirnya ia mendirikan Kampung Dongeng yang berlokasi di Jalan Musyawarah no. 99, Kampung Sawah, Ciputat, Tangerang Selatan.

Kak Awam adalah satu dari sekian banyak pendongeng Indonesia. Ia mencurahkan hatinya untuk berbagi hal positif kepada anak-anak, generasi penerus Indonesia. Aksi mendongengnya bersemangat seperti Pak Raden, salah satu pendongeng besar negeri ini. Pak Raden yang bernama asli Suyadi, dikenal sebagai salah satu pencipta film boneka Si Unyil. Pak Raden dengan beskap hitam (sejenis kemeja pria resmi dalam tradisi Jawa), blankon, dan kumis tebalnya adalah pecinta anak-anak.
Ia menciptakan dongeng, buku, dan lukisan untuk anak-anak. Meski Kak Awam dan Pak Raden memiliki gaya mendongengnya masing-masing, mereka memiliki kecintaan yang sama pada dongeng dan anak-anak. Mereka ikut melestarikan karya sastra.

***

Siang itu, 18 Mei 2013, acara Jambore Dongeng Anak Nusantara masih berlangsung.
Di lapangan Situ Gintung, Ciputat, Tangerang Selatan, ratusan anak berkumpul bersama. Di halaman berumput hijau yang luas, berdiri kemah-kemah para peserta jambore. Anak-anak berbaju merah ada di mana-mana. Kebanyakan dari mereka sedang bermain sambil berlari-lari. Terdengar pula teriakan khas anak-anak yang bersorak-sorai sambil bermain. Beberapa dari mereka ada yang duduk-duduk di pendopo sambil menikmati makan siang bersama orangtuanya. Cuaca cerah. Udara segar. Angin berhembus dari pepohonan yang ada di lapangan tersebut.

Ditemui di pendopo bersama beberapa anak di sekelilingnya, Kak Awam mulai bercerita. Siang itu ia memakai kaus khas Kampung Dongeng berwarna merah dan celana putih. Tak lupa ia memakai kacamata dan topi yang menjadi ciri khasnya. Raut wajahnya ramah. Suara anak berteriak-teriak di sekelilingnya. Namun, rupanya kesabaran sudah menjadi bagian dirinya. Kak Awam tetap tersenyum dan mengajak anak-anak bercanda sambil mengeluarkan suara-suara mirip binatang.

Dongeng itu metode bercerita yang menggunakan olah suara. Dengan olah suara yang menarik anak-anak jadi senang mendengarkannya. Komunikasi dengan anak pun terjalin baik sehingga anak-anak bisa gembira. Itulah dongeng menurut Kak Awam Prakoso. Namun, baginya sendiri, dongeng manfaatnya banyak.

“Kalo buat saya sih, biar awet muda. Kan, ketemu anak kecil terus jadi kayak anak-anak. Kedua, bisa belajar terus untuk keluarga saya, karena dengan berbagai macam karakter anak-anak yang saya temui itu bisa diimplementasikan di kehidupan rumah tangga saya. Ketiga, bisa menambah energi dan referensi saya untuk membangun kampung dongeng,” ungkap Kak Awam sambil terkekeh. Mimik wajahnya juga ikut berbicara seolah ia sedang mendongeng.


Kak Awam menerima piagam penghargaan rekor MURI 
setelah aksi mendongeng 8 jam tanpa henti.
Tak hanya sekedar berbicara. Aksi nyata sudah dilakukannya. Prestasi diperolehnya. Kak Awam Prakoso ini berhasil mendapatkan rekor MURI karena telah mendongeng kepada anak-anak selama delapan jam tanpa henti. Ia mendongeng bertepatan pada acara Jambore Dongeng Anak Nusantara. Lebih dari 1.000 anak mendengarkannya. 18 naskah dongeng ia bacakan.

Tak akan berhenti ketika sudah mendapat rekor, Kak Awam bertekad akan mendirikan banyak kampung dongeng. Pendongeng berkacamata ini ikut prihatin jika anak tidak diberi wadah untuk berkreasi dan berimajinasi. Ia sadar, di zaman serba internet kini, harus ada yang ‘menyelamatkan’ generasi anak-anak dengan pendidikan karakter melalui dongeng.


Manusia berada dalam satu lompatan sejarah yang baru sejak ditemukannya internet. Berdasarkan data statistik dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), pengguna jasa internet di Indonesia pada 2013 ini mencapai 82 juta orang. Jelaslah sudah, internet menjadi salah satu kebutuhan penting masyarakat Indonesia. Melaluinya, banyak pengetahuan, informasi, hingga hiburan bisa didapat dengan mudah.

Tradisi lisan memang masih ada tetapi bisa berlangsung dengan cara yang berbeda. Istilah CMC (Communication Mediated Computer) pun muncul. Berkat adanya jaringan internet, banyak orang kini tenggelam dalam dunia maya tempat di mana mereka bisa bercakap-cakap dengan siapa saja, kapan saja, dan di mana saja. Baik orang dewasa, muda, hingga anak-anak menggunakan internet. Jaringan internet menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat di era globalisasi.

Banyak perangkat pendukung untuk mengakses internet atau kita sering sebut sebagai gadget. Ragamgadget seperti smartphonetablet, dan lainnya. Anak-anak kini tak luput dari keinginan menggunakangadget juga. Menurut survei dari Nielsen, PC World, dan Wired, anak-anak ternyata tumbuh sebagai pengguna gadget. Sebanyak 40% anak-anak usia 0-8 tahun sudah mengenal gadget. Angka lain menunjukkan bahwa 77% orangtua berpikir bahwa tablet sangat berguna untuk anak-anak karena bisa membuat mereka jadi kreatif.

Kak Awam ingin mengajak anak-anak agar bisa berkreasi, kreatif, dan berimajinasi melalui dongeng. Anak-anak tak perlu melulu berada di ruang maya, asyik sendiri. Melalui dongeng, selain melestarikan tradisi lisan, anak-anak akan mendapatkan pengalaman imajinasi kreatif seluas-luasnya.

***

Jangan kira semua dongeng itu baik! Segala sesuatu ada baik buruknya.
Pendiri Kampung Dongeng ini dengan tegas mengungkapkan hal itu seusai menyelipkan sesi mendongeng singkatnya dengan vokal binatang khasnya sendiri.
Ternyata tidak semua dongeng itu baik. Pendongeng harus selektif dalam memilih kisahnya.

“Kadang-kadang ada yang menulis dongeng memakai unsur pornografi, kekerasan, takhayul, sirik,” jelas Kak Awam.

Namun, meski mengatakan bahwa dongeng ada yang tidak baik, Kak Awam tidak memberikan contohnya. Ia hanya menegaskan bahwa di Kampung Dongeng, dongeng itu lebih mengarah ke kehidupan sehari-hari yang menghindari unsur-unsur negatif tersebut.

“Contoh, misalkan anak-anak diajak untuk melihat kupu-kupu. Nah, nanti kita bilang, ayo anak-anak kita liat kupu-kupu! Lalu kita buat cerita tentang kupu-kupu,” kata Kak Awam ceria sambil menyatukan tangannya membentuk sayap kupu-kupu.

Meydi, salah satu orangtua yang mengikuti acara Jambore Dongeng Nusantara juga berpendapat serupa. Ia datang dari Purwakarta ke Tangerang.

“Dongeng itu sama seperti makanan, karena makanan ada yang beracun. Sama, dongeng juga ada yang sebenarnya tidak boleh. Tapi karena dari dulu sudah ada turun temurun ceritanya, maka sekarang dari Kampung Dongeng, terutama Kak Awam ingin merubah gerakan dongeng yang lebih memasyarakat,” jelas Meydi.


Belajar dari dongeng? Mengapa tidak.

“Mendongeng itu kan seperti mengobrol, hanya saja menggunakan intonasi, gaya bicara, dan sedikit penekanan suara binatang atau apa aja yang terdengar lucu yang menarik perhatian, jadi anak-anak bisa termotivasi dan terhipnotis,” ucap Meydi antusias.

“Dongeng itu seperti hal sepele. Seperti yang dilakukan oleh orang-orang tua zaman dulu tapi manfaatnya besar sekali. Tanpa terasa kita membentuk karakter anak, tapi anak itu tidak sadar kalau sebenarnya kita sedang membentuk karakter dia,” lanjutnya lagi.

Dengan tatapan prihatin Meydi juga mengungkapkan bahwa negara ini sedang krisis kejujuran. Kasus korupsi di mana-mana. Anak-anak mungkin saja terkena pengaruh tidak langsung. Masih banyak hal positif khususnya pendidikan karakter anak-anak yang perlu diajarkan. Tapi, bukan tidak mungkin anak-anak mudah bosan jika cara pengajarannya tidak tepat.

Dengan tegas, Meydi menekankan, “Mendongeng itu seperti mengajarkan, tetapi tidak menggurui.”

***

Ketika itu hari masih siang. Banyak anak sudah selesai makan siang. Beberapa dari mereka sudah mulai bermain lagi pada waktu istirahat jelang acara selanjutnya. Panitia membebaskan mereka untuk berkeliling di area perkemahan dan bermain apa saja. Tidak jauh dari pendopo, seorang anak perempuan berdiri di dekat pohon sambil menunggu temannya. Nama anak perempuan itu Olive. Ia kelas lima SD. Rambutnya hitam, panjang, dan ia memakai kaus khas Kampung Dongeng.

Apakah manfaat dari mendongeng sudah benar-benar tepat sasaran? Benarkah pesan dari dongeng sudah diterima dengan baik oleh anak? Di sini Olive membuktikan bahwa dongeng benar-benar masih dibutuhkan. Pesannya berhasil tersampaikan dengan baik.

Dengan suara anak-anaknya, Olive berkisah, “Ceritanya tentang seorang pangeran yang ingin menyelamatkan adiknya. Pangeran mencari sampai ke tempat raksasa karena adiknya diculik sama raksasa. Dari cerita itu sih, kita harus jujur dan kalau ingin mendapatkan sesuatu harus kerja keras.”

Dalam pidatonya kemudian di acara puncak Jambore Dongeng Nusantara, Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak, Seto Mulyadi mengungkapkan bahwa mendongeng memiliki suatu fungsi yang sangat dalam untuk perkembangan jiwa anak-anak.
Seto Mulyadi, atau yang akrab disapa dengan panggilan Kak Seto, menjelaskan berbagai aspek perkembangan yang bisa terasah melalui dongeng. 

Pidato Kak Seto pada acara puncak 
Jambore Dongeng Nusantara.
Mendongeng itu bisa merangsang berbagai aspek perkembangan, perkembangan kognitif yaitu kemampuan berpikir, perkembangan kreativitas, perkembangan moral, dan perkembangan emosional yaitu kemampuan untuk bisa mengenali perasaan-perasaan bahwa anak itu bisa sedih, bisa gembira, bisa marah, tapi kalau marah tidak harus membanting pintu, kalau sedih tidak harus menangis meraung raung di tengah jalan.

“Semua bisa dikendalikan dengan cerdas,” ujar Kak Seto.

***









“Eh, itu jujurnya di situ!”

Salah satu peserta jambore menyelesaikan aksi mendongengnya. Ceritanya singkat. Pesannya jelas, eksplisit. Dongeng hasil buatannya sendiri. Ya, dia tergabung bersama ribuan anak lain dalam gerakan 1.000 dongeng kejujuran. Dari ribuan anak-anak yang berkumpul, didahului oleh seorang pendiri, lahirlah gagasan menciptakan suatu gerakan positif. Gerakan 1.000 dongeng kejujuran.

Tepat seperti kata Meydi, negara ini sedang krisis kejujuran. Kak Awam selaku pendiri memahami krisis ini. Yang dilakukannya jelas. Menggabungkan kegiatan mendongeng dengan pembentukan karakter kejujuran. Tepatnya, menyelipkan nilai-nilai kejujuran melalui dongeng.

Tak lupa pendongeng ini mengajak siapa saja untuk ikut mengirimkan dongeng. Janjinya, nanti akan dibukukan.

“Itu sumbangsih, jadi masyarakat kita ajak untuk bantu gerakan ini dengan mengumpulkan cerita-cerita yang bertemakan kejujuran. Ceritanya bebas, tapi yang penting dapat membangun karakter anak dengan menyatakan bahwa kejujuran itu sangat penting, “ jelas Kak Awam sambil kemudian menyebutkan alamat e-mail dan facebook resmi gerakannya.

Kak Seto pun mengungkapkan lagi dalam pidatonya, dukungan akan gerakan ini. Harapannya besar. Ia ingin siapa saja berpartisipasi. Ingin gerakan ini tercatat sebagai rekor MURI.

“Mudah-mudahan 1.000 dongeng ini bisa didaftarkan pada rekor MURI. Mudah-mudahan tercipta 1.000 dongeng kejujuran. Dari 1.000 akan berkembang menjadi 10.000, menjadi 100.000, akhirnya menjadi 1.000.000 dongeng kejujuran,” ucap Kak Seto dengan penuh semangat.

***

Terkait usahanya untuk mempertahankan tradisi lisan dengan mendongeng, tekad Kak Awam jelas. Ia berniat membangun 1.000 kampung dongeng di Indonesia. Kali ini ucapannya serius. Ya, anak-anak adalah fokus utama Kak Awam. Baginya, anak itu tidak bisa bertumbuh kembang sendiri.

“Mereka perlu  dibangun suatu ruang atau tempat. Nanti orang dewasa bisa menstimulasi anak-anak untuk melakukan aktivitas yang memacu kreativitas.”

Di masa kini, serba gadget dan jaringan internet berjamur di mana-mana. Dengan tekad Kak Awam, anak-anak tetap bisa menikmati dan mencari-cari dongeng karena itu yang mereka butuhkan.

“Kalau di setiap daerah ada kampung dongengnya, maka anak-anak akan berduyun-duyun datang. Tagline kita: Kampung Dongeng, Wisata Imajinasi Anak,” ujar Kak Awam mantap.

Ya, di Kampung Dongeng, semua bisa berkreasi seindah mungkin. Berwisata sekaligus berimajinasi sekreatif mungkin. ***



 Lihat juga di :

Keterangan gambar:
Gambar logo kampung dongeng dan Kak Awam : http://kampungdongeng.com/ - Foto untuk publikasi.
Gambar pidato Kak Seto : dokumen pribadi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar