Rabu, 19 Juni 2013

‘Dibalik Kekurangan ada Kelebihan’ dari sosok Sutrisno


 Kekurangan ada Kelebihan’ dari sosok Sutrisno



Ia memulai hidup barunya dengan menyadari bahwa organ tubuh yang dimilikinya kini berkurang. Sosoknya sebagai seorang Suami juga seorang Ayah ini dikenal memiliki semangat yang tidak biasa, lengkungan di bibirnya yang selalu hinggap itu juga membuat Ia selalu ceria dimata semua orang disekitarnya.

Oleh Mira Elsya Nadia/11140110297

Sang fajar di siang itu seolah sedang berada di puncaknya. Memberikan sinar sempurna yang terasa menembus tubuh. Membuat tetes demi tetes keringat tanpa terasa telah jatuh di sekitar pelipis mata. Jam pun tertawa karna mataku slalu tertuju padanya yang sedang setia menunggu. Di sebuah kursi kayu panjang Aku menyandarkan badanku, di depan sebuah Toko Sepatu yang terletak di Tiga Raksa.

Tak lama kemudian Aku melihat sosok yang Aku tunggu. Ia datang dengan memiliki ciri khas alis tebal, muka yang bulat dan senyum lebarnya yang selalu menghiasi wajahnya. Terlihat Ia mengendarai sebuah sepeda motornya kesayangannya yang berwarna biru. Rasa haru yang mendalam, bahwa ini adalah kegiatan sehari-hari nya yang biasa Ia lakukan.

‘Saya memang tidak sempurna, tapi saya masih mempunyai semangat yang sempurna,’ kata Pak Sutrisno.

Pak Sutrisno adalah seseorang yang bekerja sebagai penjaga serta pelayan dari sebuah Toko sepatu kecil, dengan keadaan beliau yang sudah kehilangan salah satu organ tubuh dimana orang-orang yang berdatangan ke tokonya untuk bisa membeli sepatu dan memakainya, yaitu kaki. Ia memiliki 1 orang istri, serta 3 orang anak, 2 laki-laki dan 1 perempuan, anak pertamanya kini sudah berkeluarga, anak keduanya juga sudah bekerja, dan yang ketiga masih duduk di bangku kelas 3 SD. Kecelakaan yang terjadi 7  tahun silam telah membuatnya harus mengikhlaskan salah satu kaki yang selama ini telah banyak membantunya untuk bekerja mencari nafkah, yaitu kaki kanannya, posisi kecelakaan itu terjadi pada saat anak-anaknya pun masih memerlukan banyak biaya untuk menyelesaikan sekolahnya.

Dimana perekonomian pada tahun tersebut masih maraknya antusias banyak orang untuk dapat bekerja keras dalam pekerjaannya demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Uang sepuluh ribu rupiah pun masih cukup besar untuk dimiliki dan dapat membeli sesuatu dengan harga yang masih cukup murah, jauh jika dibandingkan perekonomian sekarang yang makin meningkat mengikuti perkembangan zaman. Dimana orang yang tidak bekerja keras akan terasa kesusahan pada hidupnya di kemudian hari, karena perkembangan zaman yang semakin meningkat.

Sebelum kecelakaan itu terjadi, Pak Sutrisno masih seperti orang-orang biasanya yang normal dan masih mampu bekerja proyek di PT Iron Wire Works Indonesia (1WWI) yang terletak di Jl. Daan Mogot Km. 18,  Batu Ceper, Tangerang. Ia bekerja selama 6 tahun. Bekerja pun masih menggunakan motornya. Namun, ketika kecelakaan itu telah menimpanya, Ia tidak berputus asa untuk tetap menyetir motor kembali.





        

Kecelakaan yang menimpanya di awali oleh firasatnya yang tidak enak. Namun, apa boleh buat jika hari itu benar sesuatu musibah terjadi pada dirinya.

‘Saat itu posisi Saya sedang di perjalanan pulang dari rumah orang tua karena emang sengaja mau mengunjungi rumah orang tua bersama istri dan anak-anak. Pada saat itu Saya harus pulang karena ada urusan, posisi sendiri karena keluarga masih berada disana, perasaan emang udah ga enak, istri juga meminta jangan hari ini keesokan hari saja pulangnya, tetapi Saya tidak mengikuti mungkin ini hanya perasaan biasa saja,’ tutur Pak Sutrisno

Rasa sesal yang dimiliki Pak Sutrisno pun sudah menjadi bubur. Ternyata benar adanya akan perasaan yang tidak enak yang dimilikinya itu menyebabkan kecelakaan yang menimpa dirinya, tapi beliau juga berpegang teguh pada kekuasaan takdir, tidak ada yang bisa melawan takdir yang telah ditentukan Tuhan.

‘Hingga Saya ingat pada saat posisi Saya masih di motor dan akan melewati tikungan, ada sebuah bis besar di arah yang berlawanan yang menabrak Saya, dan tepatnya lebih kena ke bagian kanan tubuh Saya, dari situ Saya udah gak sadar lagi dan akhirnya dibawa ke rumah saki,’ cerita Pak Sutrisno

‘Pas sadar ternyata udah dirumah sakit, keluarga juga udah ada disana dan mengetahui bahwa kaki ternyata tinggal satu karena diamputasi,’ kata Pak Sutrisno dengan penuh keharuan.

Keharuan menyelimuti suasana pada saat Ia menceritakan kejadian itu, embun-embun yang hinggap di matanya seolah membasahi luka lama yang telah kering. Namun, berbagai motivasi datang silih berganti, membuatnya lebih kuat meenghadapi semua trauma yang dirasakannya.

‘Saya tentunya sempat down setelah kecelakaan, sempat berdiam lama dirumah ah udah deh sedih banget kalo diingat, jadi ingat dosa, ingat masa lalu tapi kalo inget keluarga, ada istri, anak-anak dan orang-orang sekitar suka sedih, udah takdirnya jadi lebih semangat ingat mereka, cuma buat keluarga, Alhamdulillah masih diberi kesempatan hidup’ kata seorang bapak yang memiliki 3 anak bersaudara ini.

Sedikit demi sedikit, Ia belajar mengikhlaskan kelanjutan hidup bersama keluarga untuk kedepannya, dengan menyadari bahwa Ia sudah tidak bisa bekerja di tempat yang lama, karena pada 2006 itu Ia sudah dikeluarkan dengan terhormat karena pekerjaannya yang cukup baik selama Ia bekerja. Namun, rezeki tidak akan kemana jika terus berdoa dan berusaha. 


Sehingga Ia pun ditawarkan untuk bekerja di salah satu Toko sepatu kecil milik tetangganya, bekerja sebagai pelayan sekaligus penjaga Toko tersebut.

Terlihat Ia membawa sebuah sepeda motornya sendiri menuju Toko tersebut untuk bisa bekerja, dengan perjalanan yang tidak terlalu jauh Ia juga menempuhnya dengan senang hati. Rasa haru yang mendalam, bahwa itu adalah kegiatan sehari-hari nya yang biasa Ia lakukan. Menyetir sepeda motor dengan tangan yang membawa sebuah tongkat dan hanya satu kaki. Serta sebelum berangkat ke Toko biasanya beliau harus mengantarkan anak perempuan bungsunya ke Sekolah.

Di sisi lain pekerjaan rutin yang selalu Ia kerjakan setibanya Ia di Toko sepatu yaitu, bersiap untuk bekerja dan membuka Tokonya sendiri. Sulit.. terlihat sangat kesulitan dan tidak tega melihatnya harus jongkok dan berdiri berulang ulang, serta harus menggantung-gantung sepatu ke paku-paku yang ada di luar, pada saat ingin dibantu pun beliau hanya bilang

‘Udah gak apa-apa neng bapak mah udah biasa kaya gini setiap hari, naik motor menuju kesini juga awalnya karena belajar lagi, nyoba-nyoba biar gak nyusahin orang buat nganterin, akhirnya bisa karena terbiasa hehehe,’ Ujar Pak Sutrisno dengan senyuman yang meyakinkan dan membuat orang disektiranya beranggapan bahwa Ia baik-baik saja.

 



Sangat menginspirasi dimana biasanya orang-orang di luar sana yang masih memiliki organ tubuh lengkap, terkadang kalah sama kemalasan yang datang, mereka seharusnya belajar bahwa tidak semua orang dapat dengan mudah untuk menikmati sesuap nasi di setiap harinya.

‘Awalnya Saya cukup kesulitan untuk menaruh sepatu dan menggantungnya harus bolak-balik menggunakan tongkat, kadang kalau jaraknya dekat saya jingke dengan menggunakan satu kaki ini dan memegang tembok, tapi setelah dijalani Saya bisa menikmati nya, jadi lebih terbiasa, ada orang baik yang menolong Saya dan mempersilahkan untuk kerja disini saja Saya sudah sangat bersyukur, jadi senang hati aja supaya gampang ngejalaninnya’ kata Pak Sutrisno yag mempunyai hobi menyanyi dan dikenal humoris oleh orang-orang disekitarnya.

Inilah hidup dibalik ketidaksempurnaan yang dimiliki seseorang, disana ada kelebihan yang diberi lebih oleh Tuhan, yaitu semangat lebih yang dimiliki Pak Sutrisno. Kita juga bisa melihat tentunya para atlet-atlet di luar sana yang hanya memiliki satu kaki, mereka mampu meraih juara Internasional, baik dari lari menggunakan besi yang menyerupai kaki, ataupun kursi roda khusus untuk berlomba dan banyak lagi kelebihan yang bisa mereka tonjolkan dibalik kekurangannya.


Pak Sutrisno juga memiliki istri yang cantik dan sabar. Beliau juga dengan setianya merawat Pak Sutrisno dari sehat sampai Pak Sutrisno kecelakaan. Dari kesetiaannya itu juga beliau menumbuhkan semangat untuk memotivasi suaminya. Pak Sutrisno juga memiliki usaha kecil-kecilan di rumahnya yaitu dengan memiliki warung untuk berdagang jajanan anak, sayuran serta  bumbu-bumbu untuk memasak. Mereka berdua mencari rezeki  demi anak bungsunya yang masih SD, karena mereka juga tidak ingin terus menyusahkan anak pertama dan keduanya.

‘Iya Alhamdulillah lumayan dengan berdagang dapat rezeki tambahan buat jajan-jajan sama anak, setiap harinya tetangga yang udah terbiasa belanja disini juga pasti dateng buat beli-beli keperluan masak, dan anak-anak kecil juga pada jajan cemilan disini,’ kata Istri Pak Sutrisno sambil tersenyum.

Istri Pak Sutrisno terlihat sangat bersemangat. Ia perempuan yang bisa mengatasi sesuatu dengan belajar ikhlas dan mengambil hikmah dari setiap kejadian. Sedih pun terasa saat mengetahui suaminya tidak memiliki salah satu kakinya lagi, tetapi Ia harus lebih kuat untuk suaminya, agar suasana tidak terus sedih dan hidup pun tetap terus berlanjut.

‘Saya percaya dari setiap kejadian pasti ada hikmahnya, kejadian ini bukan hanya menimpa untuk suami Saya sendiri. Namun, untuk keluarga juga. Kita sama-sama shock awalnya, tapi lama kelamaan dapat menerima kenyataan bahwa semuanya hanya titipan Tuhan, termasuk kaki kanan suami Saya dan pekerjaan yang dimiliki beliau sebelumnya. Suami Saya orang yang hebat, tidak kenal putus asa, Ia memang sempat down, tapi Ia tidak membiarkan itu merusak hidupnya, Ia belajar dari ketegaran. Hingga akhirnya Ia bisa beraktivitas kembali seperti waktu Ia sehat dulu,’ tutur Istri Pak Sutrisno sambil bercerita.

Terlihat kekuatan itu telah melekat di istrinya. Seperti pepatah yang mengatakan bahwa ‘Kebahagiaan itu Sederhana’ apapun yang terjadi di dalam hidup adalah skenario yang Tuhan berikan untuk kita. Keluarga Pak Sutrisno juga sangat mensyukuri semuanya, keluarganya terasa lebih erat dengan menerima semua keadaan yang jatuh bangun ini. Dari segala hal tidak ada alasan untuk tidak bahagia. Karena kebahagiaan kita sendiri yang memiliki dengan cara selalu bersyukur dengan apa yang masih kita miliki. Kita lah yang menciptakan kebahagiaan.

Toko Sepatu yang menjadi tempat bekerja Pak Sutrisno itu juga cukup laku dibeli oleh konsumen. Mereka yang berdatangan awalnya hanya mampir dan ternyata menemukan beberapa yang cocok, karena di Toko tersebut tidak hanya terjual sepatu untuk orang dewasa, tetapi anak-anak juga ada, beserta sandal-sandal lainnya.

Dengan keramahan dan humoris yang dimiliki Pak Sutrisno kepada setiap konsumennya, tidak membuat semua orang merasa iba dan kasihan padanya, justru membuat mereka melihat beliau itu sama dengan kita semua. Tidak ada yang berbeda darinya walaupun dengan hanya memilki satu kaki. Sehingga para konsumen juga mengenal dekat Pak Sutrisno di setiap kali mereka datang ke tokonya. Inilah sebuah ketidaksempurnaan yang sangat menginspirasi, bahwa dibalik kekurangan pasti ada kelebihannya.

2 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya tertarik dengan blogger anda dan tertarik mengenal dunia jurnalistik lbh dalam lagi

      Hapus